Opini

Listrik Belum Merata, Kemaslahatan Rakyat Diabaikan

148

Oleh : Yuli Farinda, S.KM

(Muslimah Peduli Umat)

Sebanyak 22.000 Kepala Keluarga (KK) di Jawa Barat (Jabar) belum teraliri listrik. Jika memenangi Pilkada Jabar 2024, Calon Gubernur (Cagub) Jabar nomor urut 4, Dedi Mulyadi, menargetkan dalam dua tahun pemerintahannya seluruh warga Jabar akan mendapat aliran listrik. Dedi menyampaikan hal itu saat menanggapi pertanyaan panelis dalam debat Pilkada Jabar 2024, Sabtu (23/11/2024). Pertanyaan panelis merujuk pada program Jabar Caang, yang meski sudah gencar disosialisasikan, tetapi hingga kini masih ada 22.000 KK belum teraliri listrik (beritasatu.com, 23/11/2024).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu, mengatakan sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik. Jumlah ini turun dari akhir 2023 yang masih sebanyak 140 desa/kelurahan yang semuanya terletak di Papua belum mendapat aliran listrik (tirto.id, 10/06/2024).

Fakta adanya wilayah yang belum mendapatkan layanan listrik sangat patut dipertanyakan. Pada zaman serba digital hari ini, negeri ini masih saja bergumul dengan persoalan klasik, yakni pemerataan fasilitas dan layanan publik wilayah pelosok atau terpencil. Ini karena hajat hidup publik seperti energi listrik diliberalisasi sedemikian rupa menjadi layanan berbayar alias tidak gratis.

Listrik merupakan kebutuhan penting yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Namun hal ini tidak terwujud karena liberalisasi tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan listrik yang berorientasi mendapatkan keuntungan. Akibatnya penyediaan listrik di pedesaan tidak terlalu diperhatikan karena mahalnya biaya.

Salah Aturan

Penyediaan hajat hidup ini dilakukan oleh korporasi sehingga harga listrik niscaya mahal. Negara berlepas tangan dalam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Bahkan negara justru memalak rakyat melalui tata kelola listrik yang kapitalistik ini. Harga pemasangan listrik yang mahal dan akses untuk mendapatkan listrik yang susah menjadi kendala bagi rakyat yang ingin mendapatkan listrik, mengingat tuntutan zaman yang segala sesuatunya sekarang ini banyak menggunakan listrik.

Seharusnya negaralah yang mengelola sendiri terkait listrik, bukan diserahkan kepada korporasi sehingga bisa dinikmati oleh seluruh rakyat secara cuma-cuma atau gratis. Sejatinya listrik tidak dibebankan kepada rakyat karena merupakan kewajiban negara.

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini yang menyebabkan listrik tidak bisa dikelola oleh negara, tapi diserahkan kepada korporasi yang jelas tujuannya tentu untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Hal ini akan jauh berbeda ketika dikelola dengan sistem Islam.

Kalau kita mendengar statement di masyarakat bahwa tidak mungkin listrik digratiskan, jika kita berbicara dalam sistem hari ini memang benar. Bahkan bisa jadi merupakan sesuatu yang mustahil terwujud. Tapi tidak jika negeri ini mau menerapkan sistem Islam.

Exit mobile version