Oleh: Narita Putri
(Aktivis Muslimah)
Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau ETOCON baru-baru ini melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo atas pencemaran sampah plastik di sungai-sungai Indonesia yang tidak tertangani hingga saat ini pada Selasa, 1 Oktober 2024. Kedaruratan ini karena ditemukan sampah sebanyak 25.733 serpihan atau partikel pada 64 lokasi sungai di Indonesia. Tertinggi di Sungai Brantas, Jawa Timur disusul di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bangka Belitung.
Bagaimana tidak, kantong plastik telah menjadi bagian hidup manusia. Harganya murah, mudah didapatkan, hampir semua pembungkus makanan dan barang menggunakan plastik. Belum lagi untuk kebutuhan lain, seperti perabotan rumah, alat mainan, peralatan elektronik, medis, dan sebagainya.
Menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5,4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah. Kota Jakarta saja dalam sehari sampah plastik mencapai 1.000 ton. Angka yang mengerikan dan membuat semua orang tercengang.
Darurat Sampah
Permasalahan sampah plastik akan terus terjadi jika tidak ada solusi komprehensif dari pemerintah. Gunung sampah TPST Bantar Gebang Bekasi adalah bukti lalainya negara dan rendahnya masyarakat akan bahaya sampah plastik. Hal ini jelas membuktikan tidak adanya penanganan serius dan tumpang tidih antara pemerintah dan pihak lain.
Dampak nyata dari sampah plastik tidak hanya bau yang menyengat dari sisa pembuangan makanan, medis dan lainnya. Namun efek jangka panjang akan mengancam bahkan merusak ekosistem perairan, kehidupan laut, dan kesehatan manusia yang bergantung hasil laut. Sampah plastik membutuhkan ratusan tahun untuk terurai yang akan merusak habitat biota laut.
Walhasil, Indonesia menjadi negeri darurat sampah. Sebuah prestasi buruk negara ini ialah menduduki posisi kedua penghasil sampah plastik di dunia setelah Cina.