Opini

Legalisasi Aborsi, Solusi atau Dekadensi?

475
×

Legalisasi Aborsi, Solusi atau Dekadensi?

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (tirto..id, 30-08-2024).

Namun seiring dengan ketentuan tersebut, ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Ia menjelaskan aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh.(mediaindonesia..com, 01-8-2024).

“PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam hanya kurang ketentuan soal boleh aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari. Ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari,” kata Cholil saat dihubungi, Kamis (1/8). Ia menegaskan ketentuan aborsi karena perkosaan harus dibatasi usianya yakni sebelum ditiupkan ruh.

Dalam fatwa Nomor 1/MUNAS VI/MUI/2000 menyebut melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.

Sementara ketentuan aborsi diatur dalam PP 28/2024 Pasal 116 yakni setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

Jika legalisasi aborsi ini tetap melenggang, sebuah kemenangan seakan telah terjadi bagi kaum perempuan karena pemilihan keputusan atas otonomi tubuhnya telah dilegalkan. Kemenangan dari sudut kebebasan memilih apa pun bagi hidupnya tanpa memandang sisi lain yang melarangnya atau yang mengaturnya. Agama menjadi nomor sekian, hingga tak menjadi nomor satu yang paling utama dalam menentukan sebuah keputusan. Bau amis sekuler lewat perjuangan kaum feminis telah melumuri seluruh hidup kaum perempuan. Butuh penghilang terbaik untuk hilangkan amis yang menempel di tubuh mulia kaum perempuan.

Sekilas memang undang-undang ini sangat berpihak pada kaum perempuan, apalagi yang mengalami rudapaksa. Bagi yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (karena perilaku seks sebelum pernikahan atau yang dirudapaksa), ini menjadi solusi.

Namun benarkah demikian? Apakah legalisasi aborsi menyelesaikan masalah dan beban yang dihadapi kaum perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan? Cukupkah aborsi sebagai solusi, atau problem dekadensi malah akan semakin meninggi?

*Kehamilan tak Diinginkan, Perilaku Bejat Melekat*

Mengutip ykp.or.id. 08-05-2020 terkait kesehatan reproduksi,kasus kehamilan tak diinginkan bisa muncul dengan berbagai sebab. KTD atau kehamilan tidak diinginkan merupakan kehamilan saat dimana salah satu atau kedua belah pihak dari pasangan tidak menginginkan terjadinya kehamilan sama sekali atau kehamilan yang sebenarnya diinginkan tapi tidak pada saat itu. KTD sebenarnya dapat pula terjadi pada pasangan yang telah menikah karena pasangan tersebut belum merencanakan kehamilan. Namun, kasus KTD yang kini menjadi sorotan publik dan menjadi perhatian yaitu kasus KTD yang terjadi pada remaja.

Penyebab terjadinya KTD bisa karena pemerkosaan, seks bebas atau seks pranikah, kegagalam memakai alat kontrasepsi, bahkan sampai pada kepercayaan terhadap mitos – mitos seperti berhubungan seksual sekali tidak akan menyebabkan kehamilan, minum alkohol dan lompat-lompat pasca berhubungan seksual dapat menyebabkan sperma tumpah kembali sehingga tidak akan menyebabkan kehamilan, dan juga pengaruh lingkungan.

Terlepas dari apa penyebabnya, aborsi menjadi pilihan untuk KTD. Hanya saja aborsi yang merupakan tindakan menggugurkan janin di dalam kandungan berisiko bagi perempuan yang menjalaninya, bahkan bisa sampai menghilangkan nyawanya jika terjadi perdarahan dan infeksi. Ini masih belum termasuk risiko nonmedis. Terlebih bagi korban rudapaksa aborsi menambah beban hukum untuknya. Sudahlah menanggung malu dan trauma akibat rudapaksa, beban hukum karena menghilangkan nyawa si janin menimpa hidupnya.

Menelisik kasus KTD ini, sungguh hampir rata-rata penghantarnya adalah ‘”perangkap cinta” yang marak baik diawali peristiwa offline maupun online. Sebelum media digital marak, pertemuan offline dua insan yang belum halal dilanjut dengan perbuatan bejat.

Setelah media digital marak, media sosial sebagai penghantar pertemuan makin berbahaya. Seiring kecanggihan teknologi orang-orang makin eksis mempertontonkan diri. Sepanjang 2023, akun @perupadata mencatat setidaknya enam kasus remaja berusia belasan tahun yang sempat hilang bersama orang yang dikenal dari dunia maya dan setelah bertemu ternyata berujung diperkosa. Mereka bertemu sukarela tak menyadari bahwa telah teperdaya.

Semua diawali oleh kesendirian sehingga mengawalinya dengan mencari teman di media sosial. Kesendirian itu begitu parah sehingga mudah dimanfaatkan oleh para penipu untuk mencari keuntungan pribadi. Modusnya dengan bujuk rayu sehingga membuat korban jatuh cinta. Namun, tanpa mekanisme kendali diri yang baik serta cara pandang yang jauh dari landasan syariat, korban akhirnya malah berperilaku bebas dan mempertontonkan diri, pornoaksi tak terhindarkan lagi. Alhasil syahwat menyerbu, kendali diri tak ada lagi. Kebebasan perilaku semakin bablas. Agama tak lagi dita’ati.

*Penerapan Syari’at Jangan Melambat*

Jika kebebasan seolah menjadi hal yang positif, maka semakin larut kebebasan ini dilakukan bisa berkembang menjadi penentangan terhadap banyak sekali hukum Allah. Banyak sekali keburukan atas nama kebebasan. Banyak sekali kerusakan, termasuk pergaulan bebas itu buah dari kebebasan. Ketika kebebasan terus dikembangkan, bahkan di dalam sebuah ikatan pernikahan, banyak orang yang tidak menghendaki untuk memiliki keturunan. Mereka juga dengan bebas bisa saja menuntut adanya hak untuk melakukan aborsi.

Bagaimana jadinya negeri ini bila legalisasi aborsi kemudian menjadi semacam tuntutan juga di beberapa kalangan, aktivis-aktivis liberal, dan aktivis prokesetaraan gender.
Mereka menganggap hak aborsi itu mestinya diberikan, terutama untuk kasus-kasus yang disebut kasus perkosaan atau kasus kehamilan yang tidak diinginkan.

Ditambah lagi beberapa waktu yang lalu Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TP-KS) disahkan menjadi undang-undang. Latar belakangnya tuntutan kebebasan. Pengesahannya juga mengabaikan aspirasi publik, aspirasi umat Islam, aspirasi kita, para ibu, para perempuan yang ingin taat syariat. Di dalam UU yang baru ini kekerasan hanya dibatasi ketika ada unsur paksaan, maka ketika aborsi dilakukan dengan sukarela itu tidak termasuk kekerasan. Tercakup juga ketika hubungan seksual itu dilakukan dengan sukarela atas nama kebebasan atau hak, maka tidak disebut sebagai kekerasan seksual. Mengerikan!

Tidak ada jalan lain, dorongan umat Islam untuk terus serius membina masyarakat agar punya kesadaran memberlakukan syariat haruslah semakin digencarkan. Tidak cukup hanya dalam lingkup individu dan keluarga saja, tetapi juga harus ada aspirasi untuk menjalankan syariat secara sistemik melalui berlakunya hukum-hukum syariat sebagai regulasi yang ditetapkan menjadi konstitusi dan perundang-undangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *