Opini

Legalisasi Aborsi di Negeri Mayoritas Muslim

97
×

Legalisasi Aborsi di Negeri Mayoritas Muslim

Sebarkan artikel ini

Oleh : Wakini
Aktivis Muslimah

Pemerintah resmi menetapkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 26 Juli 2024. PP ini berlaku sejak tanggal penetapannya, yakni 26 Juli 2024. Dalam PP tersebut, terdapat berbagai aturan terkait penyelenggaraan kesehatan, salah satunya tentang aborsi. Apa itu aborsi?

Aborsi adalah tindakan menggugurkan janin di dalam kandungan. Setiap tindakan aborsi tentu akan berisiko bagi perempuan yang menjalaninya, bahkan bisa sampai menghilangkan nyawanya jika terjadi perdarahan dan infeksi. Ini masih belum termasuk risiko nonmedis.

Women’s Crisis Center (WCC) Jombang, yang mendampingi korban pemerkosaan, mengatakan, walau telah diatur dalam undang-undang dan aturan turunannya, hingga kini tidak ada praktik layanan aborsi aman yang bisa diakses oleh korban kekerasan seksual. Sehingga, dalam pelaksanannya, banyak sekali kebuntuan-kebuntuan secara sistematis dan struktural ketika korban ingin mengakses aborsi secara legal, tambah WCC Jombang.

Terkait itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes mengikuti aturan yang telah tercantum dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu aborsi adalah tindakan yang dilarang, dan dikecualikan jika ada indikasi kedaruratan medis. (Bbc.com, 17/05/23).

Upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah bagi perempuan yang hamil dengan potensi berbahaya secara medis dan juga akibat dari kehamilan diluar nikah ternyata justru memicu maraknya aborsi. Pasalnya, para remaja yang yang rusak moralnya justru memiliki dalih dan memanfaatkan payung hukum tersebut untuk aborsi sesuka mereka. Legalisasi aborsi atas nama hak reproduksi perempuan sesungguhnya lahir dari cara pandang Barat. Persepsi Barat menjadikan hak asasi manusia sebagai parameter keadilan dalam menempatkan manusia, terutama perempuan yang dianggap terpinggirkan. Karena itu, dalam kaca mata Barat, aborsi harus dilegalkan demi menjamin hak reproduksi perempuan, meskipun mengabaikan hak hidup janin yang berada dalam kandungan.

Inilah kesesatan berpikir mereka. Ada kontradiksi terhadap hak hidup. Jaminan hidup diberikan pada perempuan, namun golongan pro choice tidak memberi jaminan hak hidup bagi ‘calon manusia.’

Maraknya kasus pemerkosaan di negeri kita juga menegaskan bahwa sedang terjadi krisis keamanan bagi kaum perempuan. Di satu sisi, kaum perempuan dibebaskan untuk berekspresi dan bertingkah laku yang jauh dari rem syariat. Berbagai celah kebangkitan syahwat juga dibuka lebar melalui liberalisasi konten media yang bahkan kehadirannya bisa diakses langsung melalui ponsel pintar milik tiap individu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *