Opini

Lapas Over Kapasitas, Dampak Penerapan Hukum Sekuler

142

Lisa Agustin
Pengamat Kebijakan Publik

Mengkhawatirkan, itulah gambaran untuk kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA di Kota Bontang saat ini. Bagaimana tidak, Lapas tersebut mengalami kelebihan penghuni alias over kapasitas dengan tingkat hunian mencapai 400 persen.

Lapas Kelas IIA Kota Bontang sebenarnya hanya mampu menampung sekitar 360 orang saja. Namun jumlah warga binaan terus meningkat dari 1.600 orang pada Agustus 2023 menjadi lebih dari 1.700 orang pada 2024.

Kepala Lapas IIA Bontang, Suranto menjelaskan bahwa sekitar 70 persen dari 1.700 warga binaan di Lapas Kelas IIA Bontang berasal dari Kutai Timur (Kutim) dan Samarinda. (kitamudamedia[dot]com, 19/08/2024)

Kepala Seksi Binadik Lapas Bontang, Riza Mardani menjelaskan, untuk mengatasi masalah over kapasitas di Lapas Kelas IIA Bontang diantaranya percepatan warga binaan dan program mutasi ke Lapas di wilayah Kaltim. (korankaltim[dot]com, 24/06/2024)

Di hari kemerdekaan tahun ini, dari 1.311 narapidana 41 di antaranya dinyatakan langsung bebas. Namun yang bebas di tanggal 17 hanya 25 orang, sisanya masih menjalani subsider denda. (radarbontang[dot]com, 16/08/2024)

Namun demikian, tetap saja Lapas kelas IIA Bontang masih mengalami over kapasitas. Sebab akar masalah meningkatnya pelaku kriminal belum mampu diselesaikan secara tuntas.

Kapitalisme Menyuburkan Kriminalitas

Fenomena buruknya kondisi lapas dan over kapasitas bukan hal yang menjadi rahasia lagi. Pemerintah mengklaim akan memperbaiki sistem lapas dan membangun tempat agar tidak over kapasitas.

Namun, menjadi sebuah pertanyaan besar. Mengapa lapas sampai over kapasitas? Bukankah hal tersebut menunjukkan makin banyak pelanggaran dan kriminalitas di negeri ini?

Fakta ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa sistem hukum di negeri ini bermasalah. Sistem persanksian yang diterapkan justru tidak membuat jera pelaku kriminal. Seolah-olah tidak menjadi solusi untuk menghapus kriminalitas. Bahkan di lapas pun terjadi tindak kejahatan.

Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi di negeri ini. Ciri khasnya, sistem hukum berbasis prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Di satu sisi, masyarakat dijauhkan dari aturan agama. Di sisi lain masyarakat diberikan kebebasan berperilaku (HAM) asalkan bertanggung jawab. Akibatnya perilaku masyarakat mengalami degradasi moral.

Inilah bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Sehingga tidak akan mampu menyelesaikan masalah secara mendasar, karena terjerat kepentingan sesamanya.

Exit mobile version