Oleh: Tuti Sugiyatun. S.Pd I
(Aktivis dakwah)
Terjadinya kecelakaan bus pariwisata yang membawa para siswa SMK Lingga Kencana Depok di Ciater Subang membuat miris bagi kita semua, pasalnya banyak korban yang meninggal dunia yaitu 11 orang di antaranya 9 siswa SMK tersebut, satu guru, dan satu warga setempat. Sementara 32 orang mengalami luka-luka. Peristiwa kecelakaan ini terjadi di duga karena rem blong, menurut pengakuan beberapa dari penumpang bus tersebut .( CNNindonesiacom 11/5/14)
Kecelakaan bermula saat bus melaju dari arah selatan menuju utara pada jalan yang menurun, tiba-tiba bus oleng ke arah kanan dan menabrak sepeda motor yang berada di jalur berlawanan dan bahu jalan sehingga bus terguling.
Menurut keterangan Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Darat Aznal, menyebut bahwa pada aplikasi Mitra Darat, bus tercatat tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala telah kedaluwarsa sejak 6 Desember 2023. Selain itu, kondisi mesin bus tersebut juga tidak layak jalan karena sebelum terjadi kecelakaan, bus sempat mengalami masalah. Sopir dan kernet bus mengaku sudah berupaya memperbaiki kerusakan tersebut dengan memanggil mekanik. (Republika.com 11/5/24)
Sungguh kita tak akan tahu batas ajal yang ditetapkan oleh Allah SWT, dan tidak ada satu pihak manapun yang menginginkan kecelakaan itu terjadi, ternyata perjalanan wisata pelepasan siswa itu benar-benar melepas untuk berpisah selamanya.
Para orang tua pun sangat histeris ketika melihat anaknya menjadi salah satu korban dari kecelakaan maut itu. Banyak yang memaki pihak sekolah sebagai penyelenggara kegiatan wisata perpisahan yang berujung maut itu. Mereka tidak menyadari bahwa di balik peristiwa ini ternyata ada ketetapan Allah SWT. Namun, alangkah baiknya peristiwa ini juga menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah agar kejadian seperti ini tidak terus terjadi berulang.
Melihat dari kasus berbagai kecelakaan, ternyata ada banyak faktor yang mempengaruhi dan saling berkaitan di antaranya adalah, mahalnya sewa transportasi membuat penyewa armada memilih yang murah yang disesuaikan dengan budget iuran wisata, kemudian tidak layaknya armada tetapi masih dipaksa untuk jalan melayani penumpang. Ketidak layakkan itu terindikasi dari tidak adanya surat izin angkutan serta status lulus uji berkala yang sudah kedaluwarsa, karena biaya pendaftaran izin angkutan dan uji berkala kendaraan itu ternyata tidak murah dan juga tidak mudah.
Di dalam kondisi yang seperti ini sungguh sangat dilema, niatnya mau dapat untung, akan tetapi modal tidak berpihak dalam artian mau memberikan fasilitas dan kenyamanan yang baik, tetapi biaya untuk pemeliharaan kendaraan sangat besar. Pada akhirnya pemilik perusahaan armada tersebut lebih memilih bagaimana agar bisa menekan biaya peremajaan dengan cara untuk tidak rutin dalam mengontrol armada itu apakah masih layak jalan atau tidak.
Kemudian ada kalanya pemilik perusahaan armada ini memakai prinsip bagaimana mengeluarkan modal yang kecil agar bisa meraup keuntungan yang besar. Ini adalah prinsip ekonomi kapitalisme yang benar-benar menjadikan petaka bagi masyarakat dan menimbulkan kesengsaraan. Memaksakan kendaraan beroperasi tanpa ada pemeliharaan dan kontrol berkala dari pemilik perusahaan armada tersebut.