Oleh: Tri Yuliani
Pegiat Dakwah Islam
Air merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat. Hanya saja, hari ini krisis air bersih sedang mengancam dunia, termasuk Indonesia. Bappenas melaporkan ketersediaan air di sebagian besar wilayah Jawa dan Bali sudah terkatagori langka, bahkan kritis. Kondisi ini sebagaimana dialami oleh warga pengguna sumber mata air Cihampelas dari Kampung Sukahayu RW 10 dan Cibolerang RW 09, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Masyarakat sekitar merasa terusik dan menjerit karena air bersih untuk minum dan kebutuhan mandi cuci serta kakus (MCK) begitu sulit, termasuk ada sekitar 10 hektare sawah kekeringan.
Akhirnya warga pun curhat terkait kesulitan air ini kepada Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Kabupaten Bandung. Diduga kesulitan air yang dialami warga karena adanya eksploitasi air tak terkontrol oleh sejumlah pihak untuk “dijual” , seperti dilakukan oleh PT Kreasi Papan (KP), Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Tirta Raharja Kabupaten Bandung dan perorangan.(KejakimpolNews.com, 21/10/2024) Kesepakatanpun dihasilkan dari pertemuan tersebut, yakni bersama-sama untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdampak dan akan segera melaporkan kasus ini ke DPRD Kabupaten Bandung untuk ditindaklanjuti.
Banyak faktor penyebab krisis air di Indonesia, diantaranya menurut Bappenas adalah kerusakan hutan, terutama untuk Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pengambilan air tanah secara berlebihan, tingginya tingkat pencemaran terhadap sumber-sumber air, konflik kepentingan ekonomi, kebijakan yang kurang tepat, serta perusakan lingkungan dan mata air. Faktor yang paling dominan terhadap kelangkaan air adalah aspek kebijakan pemerintah.
Menurut Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umun dan Perumahan, Herry Trisaputra Zuna, kekuatan APBN saat ini hanya mampu memenuhi 37% kebutuhan dana infrastruktur air. Sehingga solusi untuk mencapai akses air minum yang aman, adil, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat pada 2030 adalah mengundang pihak swasta (Kompas, 20-3-2023). Bahkan Staf Khusus Bidang Sumber Daya Air (SDA) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Firdaus Ali pernah mengatakan hadirnya swasta dalam penyediaan air tidaklah melanggar UU, selama ada keterbukaan dan transparansi (Kompas, 8-2-2023).
Masalah krisis air di Indonesia dilihat dari realitasnya, serta pernyataan dari para pemangku kebijakan, tampak jelas cara pandang yang dipakai adalah cara pandang kapitalisme. Di mana negara berlepas tangan dari kewajibannya menyediakan air layak bagi rakyat, dan mengundang investor untuk menyelesaikan krisis air layak. Inilah yang disebut dengan swastanisasi atau privatisasi air. Air yang seharusnya barang publik diposisikan sebagai barang ekonomi.