Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Jarak ribuan kilometer tidak menyurutkan niat Viyata Devi–perempuan berusia 53 tahun–untuk mengayuh sepedanya dari Jakarta menuju Bali, demi mewujudkan harapan membangun akses air bersih di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perempuan yang akrab disapa Devi itu membuktikan bahwa semangat untuk berbuat baik tidak pernah mengenal kata terlambat. Kepeduliannya terhadap isu sosial, terutama dalam mewujudkan akses air bersih bagi anak-anak dan perempuan NTB dan NTT, mendorongnya untuk mengadakan Charity Ride Jakarta-Bali, sebagai bagian dari Jelajah Timur Water for Equality yang diinisiasi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia).Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. Selama ini, menurutnya, secara tidak sadar belanja air galon sudah menggerus pemasukan rumah tangga karena mengandalkan kebutuhan dasar ini terhadap air mineral kemasan galon, botol, dan semacamnya (nationalgeographic.co.id, 07-12-2024).
Miris, gambaran di atas telah menunjukkan betapa air memang merupakan kebutuhan mendasar yang sangat urgen untuk manusia. Manfaatnya tidak hanya penting bagi kesehatan, tetapi juga menyokong kebutuhan hidup manusia. Ini artinya, air memiliki nilai guna yang tinggi bagi manusia.
Tragisnya krisis air mengancam kehidupan manusia belakangan ini. Indonesia sendiri diperkirakan akan mengalami krisis air bersih pada 2040. Ancaman ini tentunya memerlukan penanganan dan antisipasi khusus agar masyarakat tidak kekurangan air bersih. Kondisi krisis terjadi ketika air bersih sangat sulit dijangkau dan biaya untuk membeli air bersih menjadi mahal. Belum lagi kualitas air bersih masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah cenderung mengonsumsi air apa adanya tanpa memerhatikan aspek kesehatan.
Kenyataan pahit ini tentunya tidak muncul dengan sendirinya tanpa sebab. Untuk mengakses air bersih dan sehat yang terbebas dari mikroorganisme, khususnya parasit dan patogen, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat sering tidak punya pilihan lain selain mengonsumsi air seadanya kendati tidak memenuhi standar air konsumsi. Seharusnya sejumlah mitigasi dilakukan ntuk menyelesaikan permasalahan ini. Pakar hidrologi sekaligus Dekan Sekolah Vokasi UGM, Prof Dr. Ing. Ir. Agus Maryono, IPM. ASEAN.Eng. pernah memperkenalkan Gerakan Memanen Air Hujan Indonesia dan Gerakan Restorasi Sungai Indonesia. Menurutnya, air hujan yang turun setiap periode musim penghujan selama ini langsung dialirkan ke saluran drainase tanpa adanya upaya pengolahan kembali. Padahal, rata-rata curah hujan Indonesia mencapai 2.000-3.000 millimeter per tahun.
Selain memanen air hujan, pemerintah juga dapat menempuh upaya restorasi sungai. Dalam hal ini, sungai memiliki peran strategis bagi kehidupan masyarakat, termasuk menyediakan air bersih. Sayang, banyak sungai di Indonesia yang kondisinya sangat memprihatinkan akibat tumpukan sampah dan ekosistem yang tidak terawat. Oleh karena itu, Prof. Agus menawarkan lima konsep restorasi sungai, yakni restorasi hidrologi, restorasi ekologi, morfologi, sosial ekonomi, serta restorasi kelembagaan dan peraturan.
Negara Tidak Boleh Salah Urus
Saat ini, khtiar-ikhtiar akademis seperti gambaran di atas ternyata belum mendapat respons yang mumpuni. Pemerintah kerap berdalih bahwa eksekusinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah selalu menunggu kolaborasi dengan pihak swasta dalam menjalankan peran tersebut. Walhasil kebijakan minim seperti menyuarakan pesan penghematan air dan menggalakkan gerakan sosial lainnya, justru menjadi pilihan negara. Hal ini memang tidak sepenuhnya salah, tetapi kondisi masyarakat hari ini membutuhkan langkah strategis mengingat ancaman krisis air sudah di depan mata.
Jika penggunaan air kemasan sebagai solusi pemenuhan terkait air berstandar sehat dan bersih, solusi ini sesungguhnya masih membutuhkan kajian mendalam. Sekalipun masyarakat mengonsumsi air galon atau kemasan, sejatinya bukan jaminan untuk mewujudkan masyarakat sehat. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kandungan air isi ulang maupun kemasan masih menuai kritik. Tentu kita ingat, tren kasus diare adalah masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi PR di tengah-tengah masyarakat. Salah satu sebabnya adalah pola konsumsi air tersebut.
Realitanya maraknya bisnis air kemasan menunjukkan bahwa ketika negara abai, para pebisnislah yang akhirnya menyediakannya. Tentu saja, untuk memperoleh air berkualitas masyarakat harus mengeluarkan sejumlah biaya. Wajar jika akhirnya pengeluaran rumah tangga bertambah. Apalagi air adalah kebutuhan dasar manusia.
Rigidnya Perhatian Islam Terkait Air
Sistem Islam memiliki perhatian terkait air. Sebagai salah satu alat untuk bersuci ketika hendak beribadah, Islam menjadikan air sebagai salah satu pembahasan penting dalam literatur ilmu Islam. Demikian juga untuk mewujudkan lingkungan sehat dan bermanfaat yang merupakan tanggung jawab bersama. Ini membutuhkan kolaborasi antara individu, masyarakat dan negara. Artinya, untuk memperoleh segala manfaat dari alam, butuh partisipasi dari berbagai elemen yang ada. Sabda Rasulullah Saw.,
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِى لاَ يَجْرِى ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir kemudian ia mandi di dalamnya.”(HR Bukhari).
Dalam Islam masyarakat pun berperan dalam melaksanakan fungsi kontrol ketika ada individu yang merusak lingkungan. Firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُفۡسِدُوۡا فِى الۡاَرۡضِ بَعۡدَ اِصۡلَاحِهَا وَادۡعُوۡهُ خَوۡفًا وَّطَمَعًا ؕ اِنَّ رَحۡمَتَ اللّٰهِ قَرِيۡبٌ مِّنَ الۡمُحۡسِنِيۡنَ ٥٦
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya.” (QS Al-A’raf [7]: 56).
Dalam Islam negara berkewajiban memastikan ketersediaan air dan memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Negara juga wajib memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, individu per individu. Rasulullah saw. bersabda,
“Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).