Oleh Ameera Syahida
Pegiat Literasi
Akhir-akhir ini kasus kriminalitas dengan pelaku masih berusia anak-anak makin marak terjadi. Tidak tanggung-tanggung bukan hanya sebatas kenakalan layaknya bagi anak-anak, bahkan ini sampai menghilangkan nyawa orang. Yang terbaru, masih dalam proses penyidikan adalah kasus MAS yang tega membunuh ayah, dan neneknya di daerah Cilandak, hanya karena konon katanya mendapatkan bisikan. Si MAS ditengarai dia mengalami depresi. (detikNews.com, 3/12/2024).
Ada juga kasus KS (16 tahun) yang membunuh ayah kandungnya sendiri dibantu adeknya (15 tahun), terungkap setelah ada seorang warga menemukan jenazah di Pasar Kanal Banjir Timur (KBT), Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Sabtu dini hari, 22 Juni 2024. Motifnya karena sakit hati dan sakit fisik, KS mengaku kerap dimarahi, dipukul, hingga dituduh mengambil barang milik ayahnya, bahkan pernah dikatakan anak haram.(detikNews.com, 3/7/2024)
Dan masih banyak kasus lain. Dari data di EMP Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan bahwa ada 40.079 anak yang berhadapan dengan hukum sejak Januari 2024 hingga 10 Juli 2024. Sebanyak 20,83 persen atau sekitar 8.351 anak berkonflik dengan hukum atau terlapor atau tersangka atau pelaku. Sementara 49,37 persen anak menjadi korban tindak pidana. Sedangkan 29,78 persen anak menjadi saksi tindak pidana.(Kompasiana.com, 21/11/24)
Mengapa bisa terjadi?
Sangat miris, dan tidak bisa dibiarkan kondisi ini. Ibarat penyakit, ini sudah dalam kondisi kritis yang butuh penanganan cepat dan tepat, agar bisa segera sembuh.
Menurut berbagai analisis, ada banyak faktor penyebab anak melakukan tindak kriminalitas dan itu saling berkaitan. Diantaranya penguatan akidah yang kurang sejak dini sehingga sudah tidak ada lagi rasa takut akan dosa, tidak tergambar bahwa kita akan mempertanggungjawabkan semua yang kita lakukan di hadapan Allah kelak; ditambah pola asuh yang buruk, orangtua terkadang tidak memiliki bekal yang cukup bagaimana dalam mengasuh anak dengan baik, bahkan ada orang tua yang seharusnya bisa menjadi panutan yang baik, tidak lagi punya wibawa di hadapan anak; serta pengaruh lingkungan sosial yang negatif, kurang adanya kepekaan dan kepedulian terhadap sekitar untuk saling menasehati; keterbatasan ekonomi baik untuk pemenuhan hidup dan gaya hidup juga sering menjadi biang masalah; hingga pengaruh media dan teknologi yang semakin merusak; serta sanksi hukum di Indonesia yang sifatnya tidak menjadikan jera bagi pelaku kriminalitas.
Apapun motif terjadinya kriminalitas pada anak, tidak bisa menjadi bahan pembenaran dan pemakluman bagi mereka untuk melakukan itu. Merupakan PR kita semua untuk segera mengakhiri fenomena ini. Banyak hal yang mengkhawatirkan kedepannya bagi generasi, seandainya tidak segera ditangani.
Islam memberikan solusi tuntas
Dari analisis di atas, sebenarnya semua yang disebutkan hanya efek samping tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan. Islam telah menjelaskan dan mengharuskan bagaimana sejak dini, anak sudah diperkenalkan dengan Tuhannya. Ditanamkan akidah yang kuat sebagai benteng manjalani kehidupannya, hukum syariat sebagai standar perbuatannya, hidup di dunia hanya sementara yang semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak ketika mati, sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an surat Luqman. Islam juga menjelaskan bagaimana cara berinteraksi dan memperlakukan sesama, saling tolong menolong dalam kebaikan, ada kewajiban amar makruf nahi munkar.
Islam telah mengatur perekonomian dengan sistem ekonomi Islam, sehingga dapat menjamin kesejahteraan individu dalam masyarakat. Baik dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sekunder dan tersier mereka, sehingga hal-hal yang mempengaruhi tindakan buruk karena himpitan ekonomi tidak akan terjadi.