Oleh: Ermalianti, M. Pd
(Akademisi)
Kriminalitas semakin meningkat, setiap hari kita menemukan berita kriminal baik yang menerpa anak, remaja, maupun orang tua. Lingkungan yang diharapkan aman namun siapa sangka menjadi tempat yang penuh dengan kriminalitas.
Seperti nasib naas dialami bocah berusia lima tahun di Medan yang tewas di tangan ayah tiri dan ibu kandungnya sendiri pada 9 Maret 2023. Namun baru terungkap kasusnya pada 6 Mei 2024. Kejadian tersebut hanya dipicu kemarahan sang ayah tiri kepada aduan anak korban bahwa ibunya sering kedapatan main video call dengan pria lain. (Kompas.com)
Kasus tragis lain yang menggegerkan warga Ciamis Jawa Barat yaitu pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh suami korban TBD (50) terhadap istrinya (44). Suami korban sempat menjajakan daging korban kepada warga yang berada di lokasi kejadian.
Peristiwa lain pembunuhan terhadap Wanita (50) ditemukan dalam koper di wilayah Cikarang, Bekasi ditemukan oleh petugas kebersihan. Pelaku dan korban sempat bertemu di hotel sebelum akhirnya meregang nyawa. (CNN Indonesia)
Pembunuhan lain yang membuat kita tercengang yaitu adalah meninggalnya salah seorang pelajar Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) akibat dianiaya senior. Terdapat luka bekas kekerasan di sekitar ulu hati jenazah P (19). Keluarga meminta pertanggungjawaban kampus atas kejadian tersebut, dan meminta pelaku dihukum berat. (Kompas.com)
Itulah beberapa kasus yang kejadiannya berdekatan dan masih banyak kasus kriminalitas yang lain. Sejumlah pembunuhan secara sadis menujukkan kondisi yang tidak aman di mana pun. Faktor yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut dikarenakan ekonomi, dendam, hingga tingkat stress pelaku. Kejadian terus berulang tidak memandang tempat, baik di lingkungan keluarga yaitu rumah ataupun lingkungan. Termasuk endidikan yaitu sekolah atau perguruan tinggi.
Peristiwa tersebut dalam sebuah sistem sekularisme menjadi hal yang wajar. Di mana seseorang memisahkan kehidupan dengan aturan agama. Bahkan menjadikan dalih kewajaran ketika dugaan atau motif pelaku karena ekonomi maupun stress dalam menjalani kehidupan.
Tindak pidana pembunuhan di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 338 KUHP menjelaskan, barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Sedangkan, pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP. Menurut pasal tersebut, barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Berbeda dengan Islam. Kejahatan dalam Islam adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Suatu perbuatan dianggap jahat jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan tersebut tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka perbuatan tersebut disebut kejahatan, tanpa melihat lagi apakah tingkat dan jenis kejahatan tersebut besar ataupun kecil. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub) yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan.