Oleh : Novi syamila
Tindakan kriminal seolah tidak pernah absen dari pemberitaan media dinegri ini. Pasalnya setiap waktu media selalu mengabarkan berita tentang penganiayaan, perundungan, pelecehan seksual, bahkan pembunuhan sadis yang membuat hati semakin miris.
Misalnya beberapa minggu yang lalu, dilansir dari media online CNNIndonesia.com pada 5 Mei 2024. kasus pembunuhan secara sadis terjadi dibeberapa daerah seperti Bekasi, Ciamis, dan Bali.
Penemuan jasad seorang wanita didalam koper hitam oleh petugas kebersihan di jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi pada Kamis (24/5) menggegerkan warga sekitar.
Menurut kepolisian, pembunuhan tersebut terjadi ketika korban meminta tersangka yang merupakan kekasihnya untuk menikahinya setelah keduanya terlibat hubungan layaknya suami istri. Alih-alih betanggung jawab, tersangka malah memilih menghabisi nyawa si korban.
Dengan kasus yang serupa terjadi di Ciamis, seorang suami tegah membunuh dan memutilasi Istrinya. Pembunuhan tersebut diketahui oleh warga sekitar ketika si pelaku membawa baskom yang diduga berisi jasad korban. Menurut keterangan pihak berwajib, si pelaku tegah membunuh istrinya disebabkan tuntutan ekonomi.
Jika ditelusuri lebih dalam, masih banyak lagi kasus kriminal yang terjadi baik yang disorot oleh media maupun yang tidak. Kasus kriminal di negri ini ibarat gunung es, terlihat sedikit diatas namun sangat banyak dibawah.
Dari sekian banyaknya kasus yang terjadi semakin nampak betapa bobroknya psikologi manusia saat ini. Setiap kali masalah terjadi, menghilangkan nyawa seolah menjadi solusi. Nyawa manusia seolah dipandang tak berharga lagi. Hal ini menunjukkan betapa gagalnya pendidikan masyarakat diera sistem Kapitalisme-Sekularisme saat ini.
Sistem pendidikan Kapitalisme-Sekulerisme yang hanya berorientasi pada materi dan keuntungan. Tidaklah menjadikan pembinaan akhlak dan kepribadian sebagai fokus utama. Maka tidaklah heran moral masyarakat menjadi semakin rusak. Pemisahan dan pengikisan peran agama dari kehidupan semakin menghilangkan batasan dan kontrol diri dalam bertindak.
Belum lagi bebasnya penggunaan teknologi dan informasi, semakin mendukung tersebarnya konten dan berita yang menampilkan dan mengajarkan hal yang salah. Tayangan tanpa penyaringan ketat dan abainya pemerintah dalam menanggapi bebasnya arus media sosial semakin memperparah problematika ini.
Selain itu, apabila ditinjau dari sanksi kriminalitas yang tidak dapat menimbulkan efek jera, longgarnya aturan, serta tidak tegasnya pemerintah dan aparat negara dalam mencegah dan menangani kasus kriminalitas, semakin menunjukkan gagalnya sistem saat ini.