Oleh : Gita Fitri (Aktivis Dakwah)
Dunia pendidikan tengah dihadapkan pada situasi dilema. Bagaimana tidak? Guru telah kehilangan muruah sebagai pemberi ilmu akibat kriminalisasi yang membelenggunya. Padahal tindakannya bukanlah bentuk kekerasan, tapi sekedar mendisiplinkan anak didiknya saja. Lantas mengapa ia harus mendapatkan hukuman? Justru, kriminalisasi tersebut menunjukan betapa lemahnya perlindungan negara dan sulitnya mendapatkan keadilan di negeri konoha.
Sebagaimana dilansir dari bbc.com (01/11/24), Guru honorer Supriyani, yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dituntut lepas dari segala tuntutan hukum. Jaksa beralasan aksi Supriyani terjadi secara spontan tanpa ada niat jahat. Padahal Supriyani telah berulang kali membantah tuduhan itu, namun jaksa penuntut umum meyakini pemukulan terjadi satu kali.
Kasus kriminalisasi guru tidak hanya terjadi pada guru Supriyani, namun juga pada beberapa guru lainnya. Di mana kasus serupa juga terjadi sebelumnya pada pak Samsudi, Guru SMP Raden Rahmat yang dituntut atas kasus karena mencubit siswanya karena tidak melaksanakan kegiatan solat berjamaah di sekolah. Kemudian kasus pak Zaharman, Guru SMAN 7 Rejang Lebong mengalami kebutaan akibat diketapel orang tua siswa setelah ia menegur dan memberi hukuman siswa yang ketahuan merokok saat jam sekolah (Viva.co.id, 01/11/24)
Itu baru beberapa kasus yang mencuat di permukaan. Mungkin saja masih banyak kasus lainnya yang belum pernah terendus oleh media. Sudah-lah kesejahteraan jauh dari pelupuk mata, malah ditambah dengan keadilan guru yang kian sirna. Jika hal ini terus dibiarkan justru akan menimbulkan sikap ‘masa bodoh’ para pendidik. Sebab rasa takut yang menghantui ketika mendisiplinkan siswa. Alhasil, akan berdampak pada output pendidikan bangsa.
Pedih, melihat nasib para guru yang diperlakukan dengan tidak hormat. Padahal guru merupakan profesi mulia sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Tanpa keberadaan guru, yang ada masyarakat buta terhadap pengetahuan. Sayangnya, hari ini guru tidak merasakan jaminan kesejahteraan dan keamanan. Bahkan penguasa seringkali abai terhadap kasus yang menimpa guru.
Sebenarnya fenomena kasus seperti ini bisa terjadi karena adanya perbedaan cara pandang tentang tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat dan negara. Sehingga dalam penerapan pendidikan sering terjadi kesalahpahaman. Misalnya saja terkait dengan hukuman kedisiplinan terhadap anak yang sebenarnya dalam dunia pendidikan bertujuan agar anak tidak tumbuh menjadi malas. Namun justru orang tua hari ini memiliki cara pandang yang berbeda terhadap pendidikan di sekolah. Sehingga manakala anak dihukum, justru menimbulkan gejolak emosi yang menyebabkan perseteruan antara orang tua dan guru.