Oleh: Siti Mutoharoh sos.I
Akhir-akhir ini Indonesia disuguhi dengan berbagai cerita dalam berbagai bidang kehidupan yang dari hari kehari semakin carut marut penuh persoalan. Terutama dalam persoalan pendidikan. Betapa miris kita saksikan berjalannya pendidikan di Indonesia hari ini dalam berbagai hal nya. Mulai dari persoalan kurikulum yang tak kunjung mapan alias bergonta ganti, perkara pembiayaan yang semakin mahal hingga menuai protes disana sini, hingga output yang dihasilkan yang tak menjamin mencetak generasi emas seperti jargon-jargon yang dipakai oleh wakil-wakil negeri ini di beberapa dekade ini.
Pendidikan seolah hanya dilihat sebagai bagian dari salah satu tempat untuk mencetak para buruh setelah selesainya sekolah atau hanya sekedar tempat untuk menghabiskan usia agar dikatakan sebagai “pelajar”. Sungguh miris. Belum lagi jika dihadapkan dengan kenyataan yang berjalan di sistem pendidikan hari ini dalam prosesnya sungguh hati ini dibuat tercabik-cabik melihatnya. Kenyataaan bahwa guru tak lagi dihargai misalnya seperti yang akhir-akhir ini terjadi.
Mulai pekerjaan sebagai guru dengan kerja sungguhan namun gaji main-main, belum lagi urusan tuntutan-tuntutan masyarakat yang menghendaki guru harus bak malaikat tak boleh ada kesalahan, tak boleh ada kelalaian. Sungguh ironi negeri ini.
Guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering kali diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena adanya undang-undang perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. Misalnya yang baru-baru ini terjadi dapat menjadi bukti. Bagaimana guru bernama Mubazir, salah seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan.
Guru honorer ini dipenjara akibat laporan dari orangtua wali hanya karena memotong paksa rambut seorang muridnya yang gondrong mengingat telah diberi peringatan sebelumnya selama satu minggu, tapi siswa tersebut tidak mengindahkanya.
kemudian disusul cerita Guru Darmawati di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswa yang membolos shalat jamaah Dzuhur. Padahal Darmawati hanya menepuk pundak siswa tersebut dengan mukena. Hasil visum juga menunjukan tidak ada luka sedikitpun di pundak siswa tersebut. Kemudian kasus yang sedang menjadi perhatian banyak pihak di negeri ini, yaitu seorang guru honorer Supriyani di kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ia kini menjadi terdakwa atas tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswanya.