Opini

Kontrasepsi Anak Sekolah, Perkuat Liberalisasi Perilaku

245

Oleh. Isti Ummu Zhia

Harapan menuju Indonesia Emas 2045 kini kian suram, pasalnya di akhir masa jabatannya, banyak memburu kebijakan yang mengejutkan dan mengandung polemik. Salah satunya Presiden baru saja mengesahkan kebijakan yang turan yang tertuang dalam PP No. 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, telah resmi mengatur ketersediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah (tempo id, 1/8/2024).

Dilansir dari MuslimahNews, 9/8/2024 menyebutkan Aturan yang telah ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo ini, ada dalam pasal 103 yang memerinci soal pelayanan kesehatan reproduksi yang multitafsir serta berbahaya.

Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi,
Adapun pasal 103 ayat 4, memerinci soal pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksudkan itu meliputi deteksi dini penyakit atau skrining; pengobatan; rehabilitasi; konseling; dan penyediaan alat kontrasepsi.
Pasal ini sungguh kontraproduktif, bertolak belakan dengan kebijakan pemerintah terkait pencegahan pernikahan dini dan upaya menurunkan kehamilan pada remaja.

Objek pelayanan atas regulasi ini diperuntukkan untuk pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Pasangan usia subur tentu bagi mereka yang sudah menikah. Kemudian yang menjadi pertanyaan lalu siapa yang dimaksud dengan ”kelompok usia subur yang berisiko”? Hal ini mengandung kecurigaan bahwa yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah, yakni generasi secara luas yang mereka tetapi aktif melakukan seks di luar nikah. Artinya mengandung arti tafsir bahwasanya remaja yang melakukan seks diluar nikah juga berhak mendapatkan pelayanan ini. Sungguh ironi.

Kebijakan tekait penyediaan alat kontrasepsi atas nama seks aman, hanya akan mendorong sikap liberal yang kian bebas tanpa batas. Secara tidak langsung pemerintah justru melegalisasi zina. Padahal zina merupakan perbuatan dosa besar dan haram secara mutlak. Inilah cerminan nyata adanya liberalisasi tingkah laku yang telah terpola dalam kehidupan masyarakat. Hal ini juga akan mempermudah akses mendapatkan alat kontrasepsi. Alih alih bukannya peduli pada generasi justru sebaliknya merusak generasi.

Oleh karena itu, sejumlah pihak menilai Presiden Jokowi kebablasan dalam mengeluarkan peraturan tersebut. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.

Ormas Islam PUI (Persatuan Umat Islam) menyatakan penolakannya. Melalui Ketua DPP PUI Bidang Pendidikan, Dr. Wido Supraha, M.Si, PUI menuntut Pemerintah membatalkan PP No 28/2024 tersebut. Alasannya, PP tersebut mengandung unsur-unsur pemikiran trans-nasional terkait seks bebas, yang sangat berbahaya.

Kehebohan atas PP tersebut terjadi karena kesalahan paradigma pemerintah Indonesia mengikuti narasi global tentang pentingnya mengaruskan kesehatan reproduksi bagi generasi mudabatau dikenakndengan KRR.
Pembahasan KRR diberikan kepada pelajar dengan tujuan untuk mengatasi dan mencegah maraknya pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah. Bukan berarti generasi muda tidak butuh pengetahuan terkait kesehatan reproduksi. Akan tetapi karena dasar pendidikan adalah sekularisme, sehingga setiap pengetahuan, tidak dikaitkan dengan pencipta dan bagaimana mengagungkan Pencipta dengan pengaturan Syariah Nya. Sehingga narasi kesehatan reproduksi yang tidak sejalan dengan bagaimana seharusnya.

Menurut Endiyah, dilansir dar muslimahNesw 9/8/2024, Didalam pandangan KRR ini menganut konsep sexsual consent, yang syarat tentang liberalisme, sekularisme, dan HAM. Dimana manusia bebas menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan seseorang atas tubuhnya. Dalam pandangan Islam, tubuh manusia, pikiran manusia adalah pemberian Pencipta dan manusia wajib mengikuti syariat dalam menggunakan tubuh dan pikirannya. Sehingga doktrin terkait KRR yang mengajarkan bahwa my body my authority (tubuhku otoritasku) sehingga harus ada persetujuan dulu dalam tindakan seksual sangat berbahaya. Sungguh ironi muslim terbesar di dunia tapi mengait aturan buatan manusia dan bukan berasal dari islam.

Akibat dari maraknya perzinaan di kalangan remaja adalah naiknya angka kehamilan di luar nikah, aborsi dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) melaporkan pada tahun 2017 jumlah remaja menderita penyakit kelamin jumlahnya terus meningkat. Di sejumlah rumah sakit umum daerah banyak pasien usia 12-22 tahun menjalani pengobatan karena mengidap infeksi menular seksual. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan di tahun 2022 bahwa kelompok usia 15-19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV. Sebanyak 741 remaja atau 3,3 persen terinfeksi HIV. (Buletin kaffah, 9/8/2024)

Exit mobile version