Oleh: Risya Ziani Mudiya
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur memberikan bantuan usaha kepada 50 Ibu Rumah Tangga (IRT) rawan sosial ekonomi, Senin (13/5/24), di Rumah Jabatan Wali Kota Bontang.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Kaltim, Andi Muhammad Ishak mengungkap, bantuan tersebut ditujukan kepada wanita yang dengan kondisi ekonomi sulit. Menurutnya, bantuan tersebut dapat digunakan untuk membangun usaha produktif. Adapun dampak jangka panjang yang diharapkan yakni, bisa menjadi penggerak ekonomi keluarga. (radarbontang.com)
Secara realitas, kemiskinan terjadi karena seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhannya, baik dasar maupun sekunder. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tidak memiliki harta dan tidak mempunyai penghasilan yang cukup. Sehingga menimbulkan asumsi yakni ketika setiap orang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya itu karena ia bekerja dan seseorang tidak akan miskin jika ia bekerja. Namun kedua asumsi tersebut tentu tidak sesuai fakta realitas kemiskinan.
Sehingga pemerintah saat ini menjadikan perempuan sebagai perempuan berdaya yang bisa menjadi penggerak ekonomi. Namun dapat kita simpulkan bahwa pemberdayaan perempuan dalam kacamata kapitalisme saat ini adalah perempuan yang bekerja, mandiri, memiliki karier dalam banyak bidang, dan memberi sumbangsih bagi pembangunan dengan menjadi pelaku ekonomi.
Sungguh sesat logika jika pemberdayaan perempuan dilakukan dalam sektor ekonomi sehingga memaksa mereka menjadi tulang punggung, padahal mereka adalah tulang rusuk. Untuk itu, tidak semestinya kaum perempuan mengalami penyesatan peran dan cara pandang yang demikian. Sebaliknya, mereka harus dikembalikan dan diposisikan pada peran hakikinya, yakni sebagai tulang rusuk suami serta ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbal bait).
Jika dibiarkan, keluarnya kaum perempuan dari peran domestiknya ke ranah publik seperti ini, apalagi secara massal dan sistemis, akan berdampak jauh lebih buruk. Sebab, merusak fitrah kaum perempuan karena mereka tidak lagi berfokus pada perannya selaku ibu dan pengatur rumah tangga.
Kondisi ini jelas berpengaruh buruk pada kualitas generasi di bawahnya. Generasi yang semestinya menggenggam estafet kebangkitan dan kebanggaan bangsa, malah bisa bernasib sebaliknya akibat minim peran kaum ibu mereka dalam pendidikan di tengah keluarga. Juga tanpa dukungan aturan hidup yang kondusif, anak-anak dan remaja akan sangat mudah tergerus arus liberalisasi budaya, sebagai konsekuensi dari bercokolnya liberalisasi ekonomi.