Opini

Kolam Retensi Butuh Solusi Sistematis

87
×

Kolam Retensi Butuh Solusi Sistematis

Sebarkan artikel ini

Oleh Siti Saadah

Aktivis Muslimah

Untuk menghindari adanya banjir saat hujan, maka pemerintah membangun kolam retensi. Tujuannya untuk penampungan pengendali banjir di wilayah Bandung Selatan. Kolam retensi ini diresmikan pada bulan Maret 2023 dan dinamakan kolam retensi Andir.

Adanya pembangunan kolam retensi di Kabupaten Bandung tidak berjalan efektif. Padahal jumlah biaya untuk pembangunan cukup fantastis sebesar Rp141 miliar. Pembangunan infrastruktur ini diinisiasi karena Bandung telah dipenuhi dengan banyak bangunan padat sehingga sering terjadi banjir. Banjir kerap terjadi untuk wilayah yang berdekatan dengan sungai Citarum seperti Baleendah dan Dayeuhkolot. Sebagai salah satu upaya dalam penanganan banjir, infrastruktur yang dibangun memiliki luas tangkapan air 149 hektar (ha) dengan 3 unit pompa berkapasitas masing-masing 500 liter/detik. Meskipun telah menghabiskan ratusan miliar, kehadiran kolam retensi ini masih dipertanyakan manfaatnya bahkan dianggap sia-sia karena banjir terus terjadi akibat dari luapan sungai Citarum setelah wilayah Bandung diguyur hujan selama beberapa hari.

Dikutip dari ayobandung.com, pada musim hujan November sampai Desember tahun ini saja, setidaknya 14 RW terendam banjir dengan ketinggian mencapai 1 meter, akibat luapan sungai Citarum. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari adanya banjir, seperti melakukan pengerukan sedimentasi dan membangun kolam-kolam retensi untuk menampung debit air di beberapa daerah yang terdampak banjir. Namun, semuanya belum membuahkan hasil dalam penanganan banjir.

Beberapa faktor penyebab banjir tersebut bermuara pada faktor penyebab utamanya, yaitu minimnya kesadaran masyarakat terhadap kehidupan akibat lepasnya aspek ruhiyah, yaitu keterikatan hubungan dirinya sebagai hamba bagi Sang Khaliq. Dalam menjalani kehidupan, masyarakat dijauhkan dari agama. Hal ini karena dipengaruhi dengan penerapan sekularisme-kapitalisme. Tolok ukurnya hanya mencari keuntungan semata, dan tidak menghiraukan dampak yang terjadi terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya.

Bencana banjir tentu saja bukan masalah yang sepele, karena akan menimbulkan banyak kerugian. Diantaranya kerugian harta benda, dari sektor pertanian dan perkebunan, sektor transportasi, perdagangan dan industri, sektor pendidikan, sektor kesehatan dan lingkungan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.

Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian khusus dan penanganan serius dari pemerintah setempat. Mulai dari penataan tata ruang yang tepat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan dampak yang terjadi.

Selain itu pemerintah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat agar menjaga dan merawat lingkungan, serta secara berkala membersihkan selokan. Pemerintah juga harus memperketat izin mendirikan bangunan di bantaran sungai, reboisasi atau penanaman kembali lahan hutan yang gundul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *