Opini

Ketika Demokrasi Kapitalis Melahirkan Bayi Terbuang Islam Menawarkan Solusi Hakiki

255
×

Ketika Demokrasi Kapitalis Melahirkan Bayi Terbuang Islam Menawarkan Solusi Hakiki

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Utami
Praktisi Pendidik

Pergaulan bebas yang semakin merebak di masyarakat menjadi isu serius yang tidak bisa dianggap remeh. Dampaknya terasa dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari kerusakan moral hingga meningkatnya kasus-kasus sosial yang merugikan, seperti kehamilan di luar nikah, penyebaran penyakit menular seksual, hingga pembuangan bayi.
Seperti dilansir dari media KejakimpolNews.co, pada Selasa pagi, 3 November 2024, warga di sekitar flyover simpang susun Cileunyi, Kabupaten Bandung, digemparkan oleh penemuan jasad bayi perempuan. Bayi yang diduga baru saja dilahirkan itu ditemukan sekitar pukul 06.30 WIB, terbungkus kain batik di bawah flyover dekat terminal bayangan Kampung Andir, Desa Cileunyi Wetan.
Fenomena pembuangan bayi menjadi salah satu tragedi sosial yang sangat memilukan, namun terus terjadi di tengah masyarakat kita. Aksi ini seringkali dipandang sebagai “jalan keluar” oleh individu yang merasa tidak siap menghadapi konsekuensi dari perilaku mereka, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi kehidupan bayi yang tak berdosa.
Setiap kasus penemuan bayi yang dibuang, baik dalam kondisi hidup maupun sudah meninggal, merupakan cermin buram dari kegagalan nilai-nilai masyarakat yang telah lama terabaikan. Kondisi ini tidak hanya melihat sebuah tindakan kejam yang merenggut hak hidup seorang anak, tetapi juga menggambarkan sebuah sistem yang rapuh dan tidak mampu melindungi yang paling lemah.
Negara, yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung moral masyarakat, justru gagal untuk menegakkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Alih-alih memberikan pendidikan moral yang menyeluruh, negara lebih fokus pada pengaturan kebijakan yang mendukung individualisme tanpa menekankan tanggung jawab sosial.
Inilah buah pahit sistem demokrasi kapitalis yang saat ini mendominasi tatanan dunia, telah melahirkan berbagai permasalahan sosial yang sulit terbendung. Di balik kebanggaan akan kebebasan individu dan hak berekspresi, muncul ironi menyakitkan yang memicu kerusakan nilai-nilai moral di tengah masyarakat.
Salah satu dampaknya adalah fenomena seks bebas yang semakin dianggap lumrah dan pada akhirnya melahirkan tragedi pembuangan bayi. Demokrasi kapitalis memberikan ruang luas bagi ideologi kebebasan, bahkan kebablasan, yang kemudian dikapitalisasi oleh berbagai pihak demi keuntungan ekonomi.
Seks bebas dipromosikan secara masif melalui media, hiburan, dan industri kapitalis lainnya dengan dalih kebebasan berekspresi dan gaya hidup modern. Nilai-nilai moral perlahan dipinggirkan, digantikan oleh pola pikir hedonistik yang menempatkan kenikmatan sesaat sebagai tujuan hidup.
Dalam situasi ini, konsekuensi dari perilaku tersebut seperti kehamilan di luar nikah justru diabaikan. Ketidaksiapan mental dan ekonomi untuk bertanggung jawab atas kehidupan yang lahir dari tindakan tersebut akhirnya melahirkan tragedi memilukan seperti pembuangan bayi.
Lebih tragis lagi, sistem kapitalis justru mengabaikan solusi yang esensial. Alih-alih menanamkan edukasi moral, agama, dan tanggung jawab sosial sejak dini, kapitalisme hanya berfokus pada keuntungan materi. Sistem ini mendorong eksploitasi kebebasan untuk menciptakan pasar baru, termasuk industri yang memicu perilaku permisif. Akibatnya, masyarakat tidak hanya terjebak dalam budaya bebas, tetapi juga kehilangan pijakan moral yang seharusnya menjadi kontrol atas kebebasan tersebut.
Pembuangan bayi bukan sekadar masalah individu, melainkan cerminan kegagalan sistem yang membentuk pola pikir masyarakat. Demokrasi kapitalis telah gagal menghadirkan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial. Jika kebebasan terus dijadikan alat untuk menggerus nilai-nilai luhur, maka tragedi kemanusiaan seperti ini akan terus berulang.
Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis yang menempatkan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi, Islam hadir dengan seperangkat aturan komprehensif untuk menjaga kehormatan manusia dan mencegah kerusakan sosial, termasuk fenomena tragis seperti seks bebas dan pembuangan bayi. Dalam sistem demokrasi kapitalis, kebebasan sering disalahartikan sebagai hak mutlak tanpa batasan, yang kemudian melahirkan budaya permisif di mana hubungan antara lawan jenis bebas terjadi tanpa kendali. Sebaliknya, Islam memiliki hukum syara yang tegas dan terstruktur dalam menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan agar terhindar dari perilaku yang merusak moral dan tatanan sosial.
Islam mengatur hubungan antar lawan jenis dengan berbagai perintah yang jelas. Perintah ghadhul bashar (menundukkan pandangan) adalah langkah awal untuk mencegah timbulnya syahwat yang bisa membawa pada perbuatan zina. Sebagaimana Firman Allah Swt. :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)
Kewajiban menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan menjadi benteng tambahan agar kehormatan diri tetap terjaga. Selain itu, Islam menekankan pentingnya pemisahan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas, kecuali dalam urusan-urusan yang memang dibenarkan secara syar’i, seperti pendidikan atau pekerjaan yang sesuai aturan. Semua ini bukanlah bentuk pengekangan, melainkan upaya pencegahan yang efektif agar fitrah manusia terjaga dan masyarakat terlindungi dari kerusakan moral. Lebih dari itu, Islam tidak hanya berhenti pada pengaturan individu, tetapi peran masyarakat harus ada sebagai kotrol sosial ketika terjadi kemaksiatan, disisi lain juga negara sebagai pemegang kekuasaan memiliki peran aktif dalam menjalankan kewajibannya untuk meriayah (mengurus) rakyatnya.
Negara bertanggung jawab memberikan pemahaman Islam yang kaffah (menyeluruh) kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka memiliki kesadaran dan ketakwaan dalam menjalankan hukum-hukum Allah. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. :
“Seorang imam (pemimpin) adalah pemimpin atas rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pendidikan berbasis akidah Islam akan membentuk individu yang memahami nilai-nilai moral dan memiliki rasa takut terhadap konsekuensi dari perbuatan dosa. Lebih jauh, negara Islam juga memiliki kewenangan untuk mengatur media dan tontonan agar tidak menyajikan konten yang merusak moral. Hiburan yang mendorong perilaku hedonistik, eksploitasi tubuh, atau penggambaran hubungan bebas yang permisif akan dihentikan. Sebaliknya, negara akan mendorong konten yang mendidik, membangun akhlak, dan menguatkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat.
Bukan hanya sekadar edukasi, negara dalam sistem Islam juga menegakkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi para pelaku zina dan kejahatan serupa. Hukuman ini bukan sekadar hukuman fisik, tetapi juga memiliki efek jera yang kuat bagi individu sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat. Dengan adanya sanksi tegas, perbuatan-perbuatan yang merusak seperti seks bebas akan dapat diminimalisir, bahkan dicegah.
Dengan demikian, sistem Islam memberikan solusi yang paripurna atas permasalahan sosial yang merusak moral, seperti seks bebas dan pembuangan bayi. Islam hadir sebagai sistem yang melindungi martabat manusia, menjaga kehormatan, dan memastikan keseimbangan hidup dalam bingkai hukum syara yang adil dan penuh kasih sayang. Inilah solusi hakiki yang dibutuhkan masyarakat hari ini.
Wallahualam bissawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *