Oleh: Aficena Sakila S.S
(Aktivis Dakwah Muslimah Deli Serdang)
Anak yang seharusnya masih bergelut pada pencapaian prestasi, kini berlomba-lomba menjual diri di platform X dan Telegram. Sebanyak 130.000 transaksi terkait praktik prostitusi dan pornografi anak, dengan angka mencapai 127.371.000 yang melibatkan 24.000 anak usia 10 sampai 18 tahun. Ungkap Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.
Mirisnya, orang tua yang seharusnya menjadi tameng atas kejahatan seksual ternyata mengetahui bahwa sang anak sering melakukan open BO. Tak ayal, dengan anak melakukan tindakan tersebut, orang tua lebih memilih pasrah pada keadaan dan menganggap sang anak tak lagi menjadi beban keluarga.
Kejahatan seksual dengan imingan pendapatan yang besar sering kali menjebak anak untuk terjun ke dalam dunia prostitusi. Serta respon anak pada masiv nya informasi membuat mereka mudah untuk menjelajahi dan dijelajahi tanpa filterisasi. Ditambah kehidupan hedon yang memaksa mereka untuk tampil high-class agar tidak tergerus dari circle pertemanan mereka, serta sokongan pendapatan orang tua yang terbatas membuat mereka memerangkapkan diri pada zona prostitusi.
Keberhasilan sistem Kapitalisme-Liberal telah mampu mencetak generasi bermental buta, demi uang dan kenikmatan semata, halal haram tak ada beda. Negara yang seharusnya menjadi pelindung di garda terdepan nyatanya tidak concern akan masalah ini. Membebaskan laki-laki dan perempuan berdua-duaan dan bercampur baur merupakan bibit-bobot terjadinya perzinahan.
Belum lagi, banyaknya pemahaman yang salah, salah satu nya paham permissivisme (serba-boleh) yang di gadangkan sistem hari ini -dengan dalih membangkitkan perempuan- menjadikan masyarakat tidak lagi peduli jika wanita memiliki akhlak yang hina. Sehingga menjadikan wanita bisa berlaku bebas sebab tak ada kontrol yang intens dari masyarakat.