Oleh: Eka Susanti
“Sebuah pepatah mengatakan bahwa perubahan Sistem akan mampu mengendalikan jaringan berbagai kelompok manusia, sedangkan perubahan individu hanya akan mampu mengubah individu itu sendiri”.
Setiap detik waktu yang berlalu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengetahui berita dari anak-anak generasi penerus kita hari ini. Berbagi kerusakan demi kerusakan yang tidak masuk akan logika dan akal manusia kini sungguh telah terjadi di masa para penerus bangsa yang kita bangga-banggakan hari ini.
Sebagaimana yang diwartakan di salah satu laman berita CNN Indonesia (16/03/2024), akibat ‘Perang Sarung’ atar sesama pelajar di Kabupaten Bekasi memakan korban (1 orang tewas). Aksi kegiatan perang sarung ini didominasi oleh kelompok para remaja. Perang sarung yang terjadi bukanlah perang sarung berupa permainan atau candaan anak-anak sewajarnya namun didefinisikan sebagai aksi tawuran atar kelompok remaja yang dilakukan pada malam hari di saat warga tengah melaksanakan ibadah shalat tarawih berjamaah dan akibatnya hal ini meresahkan para warga hingga memakan korban jiwa.
Betapa miris permasalahan diatas, belum lagi jika kita temukan segala penyimpangan-penyimpangan moral lainnya di sekitar lingkungan kita. Pada siapa kita akan menyalahkan seluruh kerusakan-kerusakan moral generasi saat ini jika bukan dari sebuah sistem pendidikan yang benar.
Sebuah peradaban dan generasi akan menggambarkan ciri dari sebuah sistem pendidikan yang digunakan pada masanya. Gambaran moral generasi kita saat ini telah membuktikan bahwa betapa rusaknya sistem pendidikan yang digunakan, sekulerisasi pendidikan di terapkan pada generasi kita dimana pendidikan saat ini memisahkan pemahaman agama dari kehidupan, sehingga moral-moral generasi tidak lagi berlandaskan pada nilai-nilai aturan Allah Swt namun hanya dari otak-otak manusia. Pendidikan hanya banyak berfokus pada peraihan keuntungan yang bersifat materi semata tanpa memahami konsep pahala dan dosa.
Alhasil remaja yang tumbuh bukan didasarkan atas pemahaman agama, justru melemahkan iman mereka. Di balik pendidikan yang mereka dapatkan baik di sekolah maupun lingkungannya tidak menjadikan akhlak dan iman mereka bertambah. Dari fakta di atas dapat kita gambarkan bahwa akibat dari sebuah sistem pendidikan sekuler (terpisahnya pendidikan agama) dari kehidupan remaja-remaja kita saat ini telah menjadikan mereka tidak peduli akan segala konsekuensi kerusakan yang dialaminya setelah melakukan tindakan-tindakan kejahatan.
Segala bentuk penanganan atar rusaknya moral remaja saat ini tentu tidak bisa hanya dengan berharap kepada masing-masing individu atau keluarga saja yang berubah dan memperbaikinya, namun juga harus adanya peran negara dan masyarakat. Pemerintah tentu juga menjadi agen penanganan tertinggi untuk memperbaiki keadaan rakyat. Namun hal ini tidak berlaku jika tanpa adanya peran Islam sebagai petunjuk kebenaran dari Allah Swt. Dan saat ini tidak ada negara yang dapat memerankan tugas kekuasaannya dengan menggunakan Islam sebagai hukum tertingginya, melainkan justru mencabut hukum-hukum dari orang-orang kafir.
Indonesia, walau dikatakan sebagai mayoritas muslim masih belum bisa menangani segala kasus-kasus moral remajanya dikarenakan Islam hanya diperankan sebagai bentuk ibadah mahdhoh semata, bukan sebagai hukum dan petunjuk solusi kehidupan. Semua karena peran sistem sekuler telah mengakar dari pusat tertingginya yakni pemerintah, maka dari itu hukum Islam pun terjerat dan dipisahkan dari segala arus kehidupan.
Aturan Islam dalam kehidupan hanya bisa dilaksanakan atas kepemimpinan secara Islam pula, yakni atas naungan sistem Kekhilafahan, dimana segala solusi perkara hidup akan dikembalikan kepada petunjuk Allah Swt, Al-Qur’an dan Sunnah. Pendidikan yang diberikan negara tidak hanya bersifat materi dan duniawi saja namun mengajarkan ketakwaan kepada Allah Swt. Sehingga generasi juga dibentuk sebagai manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah.