Opini

Kenaikan Gaji Guru, Kesejahteraan Meningkat, Benarkah?

163

Oleh : Ratih Ramadani, S.P.
(Aktivis Muslimah)

Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik menyatakan, pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait rencana kenaikan gaji guru di wilayahnya.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti yang menjanjikan kenaikan gaji bagi guru ASN sebesar satu kali gaji pokok dan guru non-ASN yang telah sertifikasi sebesar Rp 2 juta pada 2025 nanti. “Itu merupakan putusan pemerintah pusat dan kita berharap agar kebijakan ini bisa segera keluar segera mungkin sejalan pergantian tahun,” ujar Akmal, dikutip dari ANTARA, Minggu (01/12/2024).

Kabar kenaikan gaji (tunjangan) guru ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lulus program sertifikasi guru. Kenaikan tunjangan tersebut tentu tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya yang besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru.

Fakta banyaknya guru yang terjerat pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), juga banyak guru memiliki profesi yang lain menguatkan hal itu.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Inilah gambaran nyata mirisnya nasib para guru di dalam negeri yang menerapkan sistem demokrasi sekuler. Pemerintah dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai pelayan kepentingan rakyat termasuk bagi para guru, Negara gagal menjamin kesejahteraan bagi guru, justru negara layaknya pemalak rakyat dengan mengambil pungutan atau pajak pada gaji para guru (seperti pph) dan berbagai jenis pajak lainnya bagi seluruh rakyat. Ternyata janji kenaikan tunjangan bagi guru tidak berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan mereka.

Hal ini terkait erat dengan sistem kehidupan kapitalisme sekulerisme yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekedar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang. Jauh dari kesejahteraan. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan diantaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan juga kualitas guru dan sebagainya.

Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa’in), dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu kita perlu solusi sistemik yang mampu menuntaskan persoalan ini.

Solusi sistemik ini hanya ada pada sistem Islam.

Exit mobile version