Oleh : Ayu Ummu Umar
(Aktivis Muslimah)
Kemiskinan bukan lagi hal yang tabu bagi sebuah negara, sebab setiap negara di dunia masih memiliki masalah terkait kemiskinan, tak terkecuali di Indonesia. Menyoal tentang kemiskinan, beberapa waktu lalu Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan dan hal ini mendapat sorotan dari Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo, yang mengungkap bahwa menurunnya angka kemiskinan oleh karena kebijakan yang di keluarkan Presiden RI untuk memberantas kemiskinan. Beberapa diantaranya adalah program Bantuan Sosial (Bansos), pemberdayaan ekonomi melalui pemberian kredit dan pelatihan usaha, kemudian pengurangan kantong kemiskinan dengan melakukan pembangunan rusun dan menyediakan fasilitas kepada masyarakat yang kurang mampu.
Berkat capaian Indonesia terkait situasi politik ekonomi yang semakin stabil, aman dan meningkat. Maka hal ini pun menarik minat investor asing untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Sehingga, dengan masuknya para investor, diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat. (rri.co.id, 4-7-2024)
Melansir dari Badan Pusat Statistik (1-7-2024), pada maret 2024, jumlah penduduk miskin perkotaan mengalami penurunan sebanyak 0,1 juta orang atau 7,09 persen dalam rentang waktu antara maret 2023 hingga maret 2024. Kemudian di periode yang sama, masyarakat miskin pedesaan juga mengalami penurunan sebanyak 0,58 juta orang atau 11,79 persen.
Akan tetapi, menelisik fenomena yang saat ini terjadi di Indonesia, penurunan angka kemiskinan yang digaungkan sangat kontras dengan kenyataan yang nampak di lapangan. Faktanya, pengangguran kian merajalela akibat PHK massal di berbagai pabrik industri, harga bahan pokok yang terus melambung, angka stunting yang tinggi, hingga kemampuan daya beli masyarakat menurun dll., menjadi sebuah tanda tanya besar terkait kesejahteraan masyarakat. Apakah persentase penurunan yang ada saat ini adalah riil penurunan tingkat kemiskinan ataukah hanya sebuah ilusi angka?
Kapitalisme Dalang Di Balik Kemiskinan
Jika ditinjau dari segi kesejahteraan, nampak adanya ketimpangan yang terjadi di kalangan masyarakat terkait fakta kemiskinan terhadap penurunan angka kemiskinan. Pasalnya, masih banyak masyarakat mengalami nasib yang jauh dari kata sejahtera. Hal ini disebabkan karena, maraknya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri menyebabkan banyaknya warga negara yang harus kehilangan ladang mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, hingga permasalahan stunting yang tak kunjung usai. Melansir dari UM Surabaya (27-5-2024), Salah satu dosen FIK Universitas Muhammadiyah Surabaya menyatakan bahwa, stunting masih menempati posisi utama terkait permasalahan gizi di Indonesia yang kerap menimpa bayi dan anak dibawah usia dua tahun.
Permasalahan dalam negeri yang berdampak di berbagai sektor seperti pada sektor kesehatan, industri, pertanian, pangan dll. menjadi potret buram negara dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Padahal potensi sumber daya alam yang melimpah ruah di kawasan bumi pertiwi, tentu saja dapat mengatasi permasalahan pelik yang menimpa masyarakat jika dikelola secara baik. Namun, adanya liberalisasi ekonomi oleh sistem kapitalisme, memberikan ruang kepada para investor sehingga memiliki kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia di dalam negeri. Regulasi ala penguasa pun bagaikan bentangan karpet merah bagi para investor dan korporat. Rakyat pun layaknya anak tiri yang kerap kali harus gigit jari.
Ilusi Kesejahteraan
Beratnya beban sosial yang harus di pikul oleh masyarakat adalah bukti bahwa kesenjangan sosial nyata membayangi warga negara. Pasalnya, meningkatnya taraf kebutuhan hidup dan bahan pokok yang semakin mencekik tak sebanding dengan pendapatan rakyat yang terbilang kecil. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk sekedar menyambung hidup diri sendiri pun nyaris tak mampu. Naas, dikutip dari Kompas.com (7-11-2023), negara yang kaya akan sumber daya alam ini pun tidak mampu menyelamatkan nyawa 23 orang warga Distrik Amuma, Yahukimo di Provinsi Papua Pegunungan yang meninggal akibat kelaparan pada 2023 lalu. Padahal, mereka hidup di atas lahan yang subur dan berdampingan dengan kekayaan alam berupa tambang emas. Ironi, negeri kaya sumber daya namun badan ringkih terkikis oleh kerakusan kapitalis. Bak fatamorgana, kesejahteraan hanya sebuah ilusi oase padang pasir.