Karena itu, wajar jika emua upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di indonesia khususnya di sultra tidak menyelesaikan masalah yang ada. Baik itu berupa penggelonjoran dana bantuan besar besaran ke masyarakat, didirikannya berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan dan berbagai program kesejahteraan lainnya karena dalam pengelolaanya pemerintah selalu bermitra dengan pihak swasta.
Berbeda dengan Islam. Islam sebagai sistem kehidupan telah memiliki solusi sistemis dalam mengatasi kemiskinan ekstrem sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini. Dalam kapitalisme, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan atas barang/jasa secara mutlak. Standar kemiskinan dihitung dengan angka tanpa memperhatikan fakta yang sebenarnya.
Tolok ukur kapitalisme jelas berbeda jauh dengan sistem Islam. Tolok ukur kemiskinan diukur dari sejauh mana seseorang memenuhi kebutuhan primernya berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam perspektif Islam, kemiskinan adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan primer rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Alhasil, negara harus benar-benar memastikan pemenuhan kebutuhan setiap individu rakyatnya. Masalah kemiskinan diuraikan dengan memenuhi segala kebutuhan dasar rakyat.
Diantara mekanisme Islam menyelesaikan problem kemiskinan adalah sebagai berikut.
Pertama, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan primer. Maksud dari jaminan tersebut adalah diwujudkan dengan pengaturan serta mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan.Islam mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarganya. Mewajibkan kerabat dekat untuk membantunya. Jika kepala keluarga terhalang mencari nafkah, seperti meninggal, cacat mental atau fisik, sakit-sakitan, usia lanjut, dsb., kewajiban nafkah dibebankan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah. Jika seseorang tidak memiliki kerabat atau memiliki kerabat, tetapi hidupnya pas-pasan. Alhasil, pihak yang berkewajiban memberinya nafkah adalah baitulmal (kas negara).
Selain itu, kaum muslim mewajibkan kaum muslim untuk membantu rakyat miskin. Jika kas negara kosong, kewajiban nafkah beralih ke kaum muslim secara kolektif.
Kedua, pembagian kepemilikan secara benar. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum, dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis.
Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni pihak yang kuat menindas yang lemah lantaran harta milik umum dikuasai individu atau korporasi. Harta milik umum adalah berupa barang tambang, minyak, sungai, danau, hutan, jalan umum, listrik, dsb. Negara wajib mengelola harta jenis ini secara mandiri dan tidak boleh diserahkan pada swasta, individu, ataupun asing. Hasil pengelolaannya bisa dikembalikan pada rakyat untuk memenuhi hajat publik mereka.
Ketiga, distribusi kekayaan yang merata. Daulah berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya. Setiap individu berhak menghidupkan tanah mati dengan menggarapnya; yang dengan cara itu ia berhak memilikinya (dengan peran negara). Negara juga berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut.
Keempat, pembangunan ekonomi bertumpu pada sektor riil, bukan nonrill.Dengan demikian, hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, kemiskinan dapat dicegah dan diatasi.
Wallahualam