Oleh : Suaibah S.Pd.I.
(Pegiat Literasi)
Kemiskinan masih menjadi persoalan krusial di negeri ini. Sebagaimana yang di rilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa 47.94 persen dari total penduduk miskin adalah penduduk miskin ekstrem berasal dari sektor pertanian. Amalia Adininggar selaku PLT Kepala BPS mengungkapkan bahwa sektor pertanian menyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia (tirto.id, 22-11-2024).
Prabowo Subianto, selaku presiden baru Indonésia yang terpilih telah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil yang mengangkat tema “Fight against Hunger and Poverty”. Dalam sambutannya itu beliau mengatakan, bahwa penanggulangan kelaparan dan kemiskinan dijadikan sebagai prioritas nasional yang utama.
Dalam kunjungannya tersebut, Prabowo juga mengutarakan rencana konkret dalam mencapai ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Beliau optimis, bahwa pemerintahannya akan dapat mengatasi masalah kelaparan dalam tiga tahun ke depan (presiden.go.id, 19-11-2024).
Namun, akankah rencana ini terwujud di bawah bayang-bayang penerapan sistem kapitalisme?
Sejatinya, kemiskinan yang terjadi di era global saat ini adalah justru akibat diterapkannya sistem kapitalisme di tengah kehidupan. Dalam sistem ini menjadikan para kapitalis, yakni orang yang punya modal besar akan menguasai seluruh aspek kehidupan termasuk penguasaan terhadap Sumber Daya Alam. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator.
Kekayaan sumber daya alam yang besar seharusnya dikelola dan dimanfaatkan oleh negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat, namun sebaliknya justru dikelola oleh pihak swasta sebagai pemilik modal. Ini sudah bisa dipastikan bahwa yang akan Meraup keuntungan besar adalah mereka para kapitalis sementara kehidupan rakyat semakin miris dan tragis.