Opini

Kelas BPJS Resmi dihapus, Mampukah Mengurai Persoalan Kesehatan?

218
×

Kelas BPJS Resmi dihapus, Mampukah Mengurai Persoalan Kesehatan?

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Sahna Salfini Husyairoh, S.T
(Aktivis Muslimah)

Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) resmi menjadi pengganti kelas 1, 2, dan 3 kelas BPJS Kesehatan. Akan tetapi, Menteri Kesehatan dan Direktur Utama BPJS kompak menegaskan kehadiran KRIS bukan menghapus kelas yang ada selama ini. Melainkan ada peningkatan dalam bentuk standarisasi yang mengacu pada 12 kriteria. Penerapan kelas standar diatur dalam Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Pepres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (media online www.cnnindonesia.com)

Koordinator Advokasi BPJS Watch ikut menyoroti potensi single tarif yang akan muncul. Iuran kelas 1 dan 2 akan menurun, sedangkan peserta BPJS kesehatan kelas 3 dipaksa membayar lebih. Kisaran iuran tunggal berada di rentang Rp42 ribu hingga Rp100 per bulan. Dengan rentang tersebut ancaman penurunan pendapatan dari iuran, serta disisi lain potensi masyarakat miskin menunggak makin besar. (media online www.cnnindonesia.com)

Sejatinya persoalan kesehatan bukan pada perbedaan tarif iuran BPJS yang berujung pada perbedaan layanan yang didapatkan. Persoalan sesungguhnya adalah komersialisasi bidang kesehatan yang menghilangkan kedudukan kesehatan sebagai layanan yang wajib disediakan negara untuk rakyatnya. Masyarakat diharuskan membayar sejumlah premi (iuran) untuk mendapatkan layanan. Meskipun pemerintah berupaya memperbaiki fasilitas layanan yang lebih manusiawi melalui KRIS, namun hal tersebut tidak mengubah fakta kesehatan sebagai objek komoditas.

Faktanya BPJS kesehatan merupakan pihak swasta yang ditunjuk negara untuk memfasilitasi kesehatan masyarakat. Kesehatan telah menjadi bisnis yang menguntungkan pihak swasta. Sementara rakyat harus membayar premi yang diwajibkan korporasi kesehatan hingga bisa menikmati jasa layanan kesehatan.

Kapitalisasi kesehatan sesungguhnya tidak lepas dari sistem kapitalis yang menjadi pijakan bernegara. Kapitalisme melahirkan liberalisasi yang mencakup berbagai aspek termasuk kesehatan. Upaya liberalisasi sektor jasa termasuk kesehatan terus diperluas. Hal ini meniscayakan kesehatan diswastanisasi sebagai ladang bisnis. Sedangkan negara berlepas tangan dalam mengurus dan menjamin layanan kesehatan gratis dan berkualitas bagi rakyatnya. Negara seolah hanya menjadi mediator bagi rakyat dan korporasi demi kepentingan korporasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *