Oleh D Budiarti Saputri
Tenaga Kesehatan
Indonesia sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Hampir setiap hari ada saja pemberitaan terkait pelecahan seksual. Pelaku dan korban tidak lagi memandang anak-anak tau dewasa. Keamanan pada anak-anak dan perempuan semakin tidak terlindungi di negara ini.
Seperti yang belum lama ini terjadi di Kabupaten Bandung. Seorang oknum guru kesenian di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung ditangkap setelah melakukan tindakan pelecehan. Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo menjelaskan, oknum guru kesenian yang berinisial K (54) tersebut ditangkap atas tindak pidana persetubuhan terhadap anak didiknya yang masih di bawah umur. Di mana tindakan pidana pelecehan yang dilakukan oknum guru K kepada anak didiknya tersebut, dilakukannya pada bulan Juli 2024 lalu, di masjid sekolah saat sore hari seusai belajar mengajar selesai. Dikutip dari jabar.tribunnews.com (14/10/2024).
Berulangnya kembali kasus pelecehan seksual guru terhadap murid menunjukkan adanya penurunan kapasitas dan kualitas akademisi, khususnya di komunitas guru. Ini salah satu buah dari penerapan sistem pendidikan sekuler. Pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem yang berasaskan kebebasan. Dalam sistem tersebut, manusia meyakini bahwa aturan Ilahi tidak memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan sosial dan negara. Seluruh aturan yang ada di masyarakat murni hasil kesepakatan yang didasarkan atas kecenderungan manusia dalam menentukan suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Sistem ini hanya melahirkan guru dan murid yang berorientasi pada tujuan dan target materi semata, minim nilai-nilai agama.
Masyarakat yang hidup dalam sistem ini sangat mengagungkan materi dan pemenuhan atas syahwat. Mereka hidup bagaikan hewan dalam memenuhi tuntutan hawa nafsunya. Tidak cukup melampiaskan seksual pada pasangan, pemenuhan syahwat ini menuntut pelampiasan hingga keluar dari fitrah sebagai manusia.