Oleh A. Ahmadah, S.M (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Berita mengenai perundungan maupun bulliying seolah tidak pernah habis kita dengar, dengan beragam kasus dan dari berbagai jenjang Pendidikan hal ini kerap terjadi. Para pelaku maupun para korban lebih dominan adalah warga sekolah sendiri. Mereka yang pernah mendapatkan perundungan maupun kekerasan baik verbal maupun fisik, Sebagian besar akan mengalami depresi, tekanan mental bahkan beberapa kejadian, mereka akan menjadi pelaku bulliying di masa yang akan datang.
Beberapa hari yang lalu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat ada 573 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah di sepanjang tahun 2024. Menurut Koordinator Nasional (Kornas) JPPI Ubaid Matraji angka itu meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan kasus kekerasan yang terjadi di tahun 2023. “(Tahun) 2023 (ada) 285 kasus yang kami terima tetapi di 2024 sampai 573 kasus. Artinya peningkatannya bisa sampai lebih dari 100 persen,” kata Ubaid di Jakarta Pusat, Jumat (Kompas.com, 27/12/2024).
Tren yang senantiasa meningkat setiap tahunnya ini menunjukkan bahwa dunia Pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Berganti-gantinya kurikulum Pendidikan nyatanya tidak membawa dampak yang signifikan terhadap perbaikan kualitas generasi, terutama, mengenai kasus kekerasan ini.
*Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?*
Setiap permasalahan yang terjadi, tentu ada sumbernya, agar tidak salah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam menyelesaikannya, terntu kita harus mengetahui dulu akar masalahnya. Kasus perundungan maupun kekerasan di sekolah tidak lepas dari gaya hidup bebas dan memandang bahwa yang kuatlah yang berhak menjadi pemimpin merupakan cerminan dari sistem kapitalis-sekuler. Yang merupakan pandangan hidup yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, juga memandang bahwa kahidupan ini bisa dijalankan dengan semau-nya dia, tidak ada sangkut pautnya dengan Sang Maha Pencipta.
Karenanya meskipun kurikulum berganti puluhan kalipun, jika tetap mengacu pada sistem Pendidikan ala Kapitalis, maka akan sulit terlahir generasi yang beriman dan bertakwa, yang memiliki adab yang baik, dan saling menghormati antar sesama manusia.
Para pelaku kekerasan di dunia Pendidikan, Sebagian besar justru dilakukan oleh peserta didik, dengan pelaku yang merupakan teman sebaya (39%) dan kakak senior (8%), jika digabungkan mencapai 47%. Sementara yang pelakunya kepala sekolah/pimpinan ponpes (14%); Guru (30,5%) dan pembina pramuka (5,5%) dan pelatih ekskul 3%.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi ladang lahirnya generasi-generasi emas peradaban, seolah hanya menjadi pepesan kosong ditengah pusaran sistem kapitalis yang senantiasa menggerus sisi kemanusiaan seseorang. Jika sistem kapitalis ini terus dipakai, maka bukan hal yang mustahil yang menjadi generasi mendatang adalah generasi yang angkuh, kasar, hedonis bahkan kehilangan jati diri sebagai seorang muslim yang bertaqwa.