Oleh Irma Faryanti
Pegiat Literasi
Awal bulan Mei, biasa diperingati sebagai hari buruh. Adapun tema yang diangkat tahun ini adalah “Social Justice and Decent Work for All.” Sebuah isu yang sengaja diangkat untuk mengatasi kesenjangan sosial yang sering terjadi di tempat kerja. Juga untuk memperjuangkan keadilan dan pekerjaan yang layak bagi seluruh pekerja.
Tema kali ini diangkat dari isu yang tengah hangat diperbincangkan tentang tren ketenagakerjaan dan sosial 2024. Setidaknya ada dua hal yang menjadi sorotan, yaitu: Pertama, tingkat pengangguran global yang semakin tinggi, di mana diperkirakan 200 juta lebih orang masih menganggur. Kedua, adanya kesenjangan yang semakin lebar. Ketimpangan antara kaya dan miskin kian parah. Satu persen populasi terkaya di dunia menguasai lebih dari setengah dari kekayaan global. (Tirto.id, Jumat 26 April 2024)
Tidak heran jika pengangguran kian meningkat di negeri ini. Selain karena lapangan kerja kian sulit, saat ini pemutusan hubungan kerja (PHK) pun rentan terjadi. Menurut sebuah survei yang dilaporkan Talent Acquisition Insights 2024, sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menghentikan perekrutan karyawan baru. Penelitian itu dilakukan terhadap lebih dari 750 profesional Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia.
Adanya Kecerdasan buatan atau Artificial intelelligence (AI) dan rekrutmen berbasis keterampilan, saat ini menjadi perhatian utama bagi perusahaan dan memandangnya sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan pengaruhnya di dunia industri akan terus berlanjut. 60 persen pemimpin SDM percaya bahwa pekerjaan seperti pemasaran e-maik akan dianggap usang dan digantikan oleh AI. Permintaan akan peran pekerjaan seperti ilmuwan data dan pembuat kontem pun akan semakin meningkat.
Hari buruh yang diperingati setiap tahunnya ternyata belum mampu menyolusikan berbagai permasalahan para pekerja. Peringatan ini bermula dari aksi demonstrasi di Chicago Amerika Serikat pada tahun 1886, di mana mereka menuntut 8 jam kerja sehari dan 6 hari dalam seminggu dengan upah yang layak. Tuntutan ini pun diwarnai kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itulah 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional.
Permasalahan yang dihadapi kaum buruh akan senantiasa ada selama sistem kapitalisme mendominasi dunia dan diterapkan di berbagai negara. Para pekerja tak ubahnya dianggap sebagai faktor produksi, di mana perusahaan akan meminimalisir biaya produksi dan biaya tenaga kerja. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan penengah jika terjadi konflik antara penguasa dan pekerja terkait upah dan yang lainnya.
Tidak heran jika selama ini kesejahteraan kaum buruh semakin mengkhawatirkan karena tidak pernah ada jaminan, semua tergantung pada perusahaan. Prinsip meminimalkan biaya membuat mereka abai menyejahterakan pekerja. Tidak sedikit yang tidak memberikan haknya seperti tidak memberi upah sesuai UMR, tidak memberi THR, melakukan pemecatan semau mereka dan lain sebagainya.