Opini

Keadilan dan Kejujuran Mustahil Terwujud dalam Sistem Sekuler Kapitalis

100

 

Oleh Nunung Juariah

Aktivis Muslimah

Dikutip dari Kompas.com, kamis (17/10/2024) Bupati Bandung Dikky Achmad Sidik mengatakan bahwa pengeluaran keuangan yang akuntabel menjadi kunci utama dalam upaya mempercepat transformasi ekonomi di tingkat desa. Sorotan dari pernyataan di atas adalah akuntable yang artinya menurut Kbbi adalah dapat dipertanggungjawabkan. Jadi inti yang disampaikan oleh Pejabat Sementara tersebut (Bjs) adalah pertanggungjawaban dalam hal pengeluaran keuangan, untuk mendukung hal itu setiap personal yang terkait dituntut sifat jujur.

Kejujuran ini dasar dari sebuah prilaku manusia yang mencerminkan akhlak yang baik. Tapi dalam pelaksanaannya sangat sulit banyak ketidak jujuran baik dalam tingkat daerah sampai pusat. Banyak fakta diantaranya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) bak jamur di musim hujan. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji (persekongkolan), sedangkan nepotisme adalah tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untung memegang pemerintahan.

Semisal kasus dugaan megakorupsi tambang PT Timah sebesar Rp 271 triliyun, ini hanyalah puncak gunung es dari kusutnya tata kelola tambang Indonesia (Buletin Kaffah No.345, 22 Dzulqa’dah 1445H/ 31 Mei 2024). Kasus lainnya, kasus mafia peradilan yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, ketiganya terjerat kasus suap vonis bebas tersangka penghilangan nyawa Dini Sera Afriyanti, Gregorius Ronald Tanur. Kejagung berhasil mengungkap uang suap senilai 20 miliar ( Buletin Kaffah No.367, 29 Rabiul Akhir 1446H/01 November 2024M).

Hasil riset ICW mengungkapkan bahwa 354 dari 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 merupakan pengusaha atau terafiliasi dengan bisnis dan memiliki keterkaitan disnasti politik yang akan mengakibatkan kinerja Dewan akan lebih mementingkan bisnis dan keluarga di bandingkan rakyat (Media Umat/Edisi 368, 15-28 Rabiul Akhir 1446/18-31 Oktober 2024).

Dari beberapa fakta tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja dalam keadilan dan kejujujuran. Semua pihak hanya menyoal secara pragmatis dan parsial tidak bisa menuntaskan permasalahan secara tuntas dan tepat. Inilah sifat dari sistem sekuler kapitalis, di mana peran agama tidak dilibatkan atau ditampikan dalam kehidupan. Terlebih lagi penguasa atau pemerintah telah gagal fungsi sebagai periayah masyarakat, mereka hanya mementingkan keluarga dan golongannya semata (oligarki), penetapan keputusan merugikan masyarakat dan masyarakat dipaksa untuk menerima segala keputusan tersebut dengan ancaman hukuman/dijerat dengan hukum semisal UU ITE. Dibungkamnya suara rakyat dengan dalih radikalisme dan terorisme.

Ironi memang, di sisi lain ada yang berusaha untuk jujur dan berkeadilan, di sisi lain ada penolakan. Tidak adanya aturan yang tegas karena aturan tersebut dibuat oleh manusia yang lemah, tebatas dan berubah ubah. Maka peryataan dari Bupati Bandung tersebut sungguh tidak bisa diwujudkan dalam sistem hari ini.

Exit mobile version