Opini

Kasus Perceraian Tinggi, Kerapuhan Keluarga Tampak dalam Sistem Kapitalis

298
×

Kasus Perceraian Tinggi, Kerapuhan Keluarga Tampak dalam Sistem Kapitalis

Sebarkan artikel ini

Oleh: Reni Ramadhona

Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Palembang, Sumatra Selatan mengalami peningkatan pasca-Idulfitri 1445 H. Tercatat, ada 91 kasus perceraian yang masuk sejak pekan pertama masuk kerja (16—23 April 2024). Artinya, ada 13 kasus tiap hari di Palembang. Ketua Panitera Pengadilan Agama Palembang, Yuli Suryadi menjelaskan, penyebab kasus perceraian ini beragam, mulai dari masalah ekonomi, perselingkuhan yang menyebabkan KDRT, dan sebagainya (TribunSumsel.com, 2/6/24).

Adapun secara nasional, pada 2022, dari 1.498 kasus perceraian, sebanyak 1.153 kasus adalah gugat cerai. Setengah dari jumlah itu terjadi pada pasangan yang melakukan pernikahan dini. Dan pada tahun 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus. Angka ini meningkat 15% dari tahun sebelumnya yang mencapai 447.743 kasus (TribunJateng.com, 2/6/24).

Terdapat lima penyebab utama perceraian yang marak saat ini, yakni disharmoni, ekonomi, gangguan pihak lain, moral, dan faktor lainnya. Disharmoni yang dimaksud merujuk pada pertengkaran dalam rumah tangga. Kasus yang terus meningkat ini layak menjadi bahan diskusi. Mengapa cerai gugat kian menggejala?

===
Upaya Pemerintah
===

Menyikapi keresahan masyarakat akan tingginya kasus perceraian, KDRT, dan kekerasan seksual terhadap anak, muncul gagasan untuk membuat sebuah komunitas dengan diberi nama Sekolah Ibu dan Istri Milenial (Simal) (Detik.com, 2/6/24). Selain itu, dalam rangka memperkuat ketahanan keluarga di Indonesia, Kemenag RI mengambil langkah strategis dengan mewajibkan bimbingan perkawinan (bimwin) bagi setiap calon pengantin (catin). Kebijakan baru ini diresmikan melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. 2/2024 yang menandai era baru dalam proses pernikahan di negeri ini (TvBerita.co.id, 2/6/24).

Oleh karena itu, mengikuti bimwin bagi catin diwajibkan oleh negara. Setelah periode sosialisasi Januari—Juli 2024, catin yang tidak mengikuti bimwin tidak akan bisa mencetak buku atau surat nikahnya hingga mengikuti bimwin terlebih dahulu.

===
Perceraian Buah Dari Sistem yang Rusak
===

Penyebab tertinggi perceraian adalah faktor ekonomi berupa suami menganggur karena tidak ada pekerjaan dan kemiskinan. Istri menjadi pekerja termasuk salah faktor penyebab terjadinya perceraian.

Selain itu, KDRT terhadap pasangan terjadi karena akumulasi perselisihan di antara pasangan yang dipicu oleh banyak hal, bisa karena masalah ekonomi, perselingkuhan, dan hal-hal lain.
Ada juga faktor kedewasaan karena pernikahan dini yang terjadi dominan karena hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas remaja, tingkat pendidikan yang rendah, dan kemiskinan. Pernikahan dini di beberapa daerah ada karena faktor budaya dan keyakinan, tetapi hal ini bukan menjadi penyebab utama.

Selanjutnya, akibat keluarga yang tidak bersinergi akhirnya berpotensi besar pada anak-anak keturunan menjadi stunting. Menurut WHO, faktor lain yang menyebabkan stunting adalah faktor ekonomi, pendidikan ibu, tinggi badan ibu, ASI eksklusif dan berat badan lahir rendah.

Jika kita tarik kesimpulan dari berbagai sebab utama perceraian, KDRT, pernikahan dini, dan stunting, ada dua faktor dominan, yakni ekonomi dan gaya hidup bebas (liberal). Mengenai faktor ekonomi, maka tidak terlepas dari kebijakan negara yang tidak memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan pekerjaan sehingga para suami bisa bekerja untuk mendapatkan harta guna menafkahi keluarga.

Tingginya harga kebutuhan pokok, mahalnya layanan umum (kesehatan, pendidikan, keamanan, transportasi), serta tingginya pajak, juga menjadi kendala utama keluarga Indonesia sulit untuk merasakan kesejahteraan. Akibatnya, ketahanan keluarga layaknya pungguk merindukan bulan, harapan yang sangat sulit diwujudkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *