Oleh Ummu Fatimah
BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor Latiao asal Tiongkok. Hasil uji laboratorium menunjukkan produk ini tercemar bakteri Bacillus cereus. Latiao diduga menjadi penyebab kejadian luar biasa keracunan pangan (KLB KP) di 7 wilayah di Indonesia (Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau).
Kasus keracunan pangan dan beredarnya makanan yang tidak layak konsumsi di pasaran bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya masih dalam hitungan hari heboh berita adanya temuan residu bahan kimia berbahaya pada anggur shine muscat import dari Thailand. Yang akhirnya setelah di lakukan uji sampel yang dilakukan dibeberapa wilayah diumumkan bahwa anggur muscat tidak berbahaya. Kandungan pestisida yang menempel masih dalam ambang aman .
Tidak hanya makanan, beredarnya obat-obatan yang tidak sesuai standar juga pernah terjadi. Tahun 2022 lalu peredaran obat sirup dengan pencemar etilen glikol dan di etilen glikol melebihi ambang batas aman telah memakan lebih dari 300 korban anak dengan gejala gagal ginjal.
Beberapa kejadian serupa di atas sejatinya menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat yang beredar di tengah masyarakat negeri ini. Sistem keamanan pangan dan obat di negeri ini memang perlu dibenahi baik dari segi riset maupun birokrasi. Ini dalam rangka memberikan layanan terbaik bagi masyarakat selaku konsumen produk pangan dan obat yang beredar di pasaran. Sudah semestinya pemerintah lebih proaktif untuk terjun ke masyarakat melakukan pelayanan ini. Karena tercapainya standar keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara termasuk produk yang berasal dari luar negeri. Namun biasanya pemerintah baru turun tangan setelah ada laporan atau munculnya kasus di lapangan.
Patut disorot juga terkait perizinan peredaran pangan negeri ini. Sering ditemui kejanggalan. Pasalnya di satu sisi para pengusaha kecil dan menengah sangat sulit memperoleh perizinan, pengawasan, hingga pelatihan dari birokrasi. Di sisi lain bagi para korporasi besar, produsen pangan baik lokal maupun asing yang akan menjual produk impor justru dipermudah mendapatkan izin meski seringkali produk pangannya tidak aman. Hal ini karena pemerintah telah tersandera berbagai kepentingan ekonomi sebagai konsekuensi penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Inilah cerminan negara yang menjalankan sistem kapitalisme sekularisme. Abai terhadap kepentingan rakyatnya. Sebaliknya justru berpihak kepada korporasi. Sungguh penerapan sistem kapitalisme juga telah meletakkan peran negara bukan sebagai pengurus rakyat tetapi pelayan korporasi.