Oleh : Eci Pendidik Palembang
IPB University berduka setelah seorang mahasiswa mahasiswa barunya bernama Sulthan Nabinghah Royyan (18 tahun) ditemukan meninggal dunia. Mahasiswa asal Bojonegoro itu diduga meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO di dekat Kampus IPB University Dramaga Bogor, Jawa Barat.
Jenazah mahasiswa itu pertama kali ditemukan pegawai penginapan berinisial IF di Perum Dramaga Hijau, Desa Babakan, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selasa, 6 Agustus 2024 sekitar pukul 13.30 WIB. Setelah mendapatkan laporan tentang temuan jenazah laki-laki yang tergantung di kamar OYO, pteugas SPKT Polsek Dramaga langsung melucnur ke lokasi kejadian.
Dalam olah TKP, Kepolisian Polsek Dramaga dan Team INAFIS Polres Bogor mendapatan keterangan korban meninggal dunia dengan cara mengantungkan dirinya pada seutas tali di dalam kamar mandi. Jenazah Sulthan pun langsung dievakuasi ke RSUD Ciawi.( Rejabar, Jumat, 09/08/2024)
Sebenarnya, jika kita telisik lebih dalam, berbagai penyebab bunuh diri sejatinya berpangkal dari cara pandang Barat yang makin terhunjam di benak remaja, yaitu sekularisme. Cara pandang ini terus mengguyuri kawula muda hingga mereka lupa akan jati dirinya. Sedari lahir hingga memasuki jenjang pendidikan, nilai-nilai kehidupan yang sekuler terus ditanamkan kepada mereka.
Lihatlah sebuah keluarga yang dibangun dalam bingkai sekularisme. Cara pandang yang materialistis menjadikan ayah dan ibu sibuk bekerja hingga anak-anak kehilangan sosok orang tuanya. Sedangkan keberadaan mereka sangat memengaruhi tumbuh kembang anak-anaknya. Pola asuh yang motherless dan fatherless ini akhirnya juga menjadi penyebab lemahnya mental anak.
Apatah lagi berbicara pendidikan agama yang seharusnya dihadirkan orang tua kepada anak-anaknya. Agama sendiri adalah fondasi yang akan mengarahkan seseorang untuk bisa memandang benar tentang kehidupan. Akhirnya, anak-anak tumbuh tanpa bekal agama. Mereka tidak paham hakikat penciptaan manusia. Mereka tidak mengerti apa tujuan hidup manusia dan bagaimana yang harus dilakukan sebagai hamba Allah Taala.
Begitu pula setelah mereka memasuki jenjang pendidikan. Kurikulum pendidikan yang sekuler tidak menghadirkan agama sebagai mata pelajaran pokok. Pelajaran agama hanya dijadikan sampingan yang tidak diprioritaskan. Alhasil, anak-anak benar-benar hidup tanpa bimbingan agama. Mereka jadi tidak bisa membedakan mana yang boleh dilakukan dan yang tidak.
Salah satu ciri kehidupan masyarakat adalah materialistis, yakni satu sudut pandang yang menggiring pola pikir masyarakat untuk terus berfokus pada perolehan materi. Bagi masyarakat sekuler, materi dianggap bisa mengantarkan kepada kebahagiaan. Jadilah siapa pun akan berlomba untuk mencari sebanyak-banyaknya materi, demi mengejar kebahagiaan.
Kehidupan yang jauh dari agama jelas akan mengantarkan siapa pun untuk melakukan hal semaunya, alias kehidupan yang liberalistis. Tidak peduli merugikan orang banyak atau tidak, selama ia mendapatkan manfaat, dianggap sah-sah saja. Lihat saja masyarakat hari ini yang saling sikut demi memperoleh materi. Ini juga yang menyebabkan depresi sebab jika tidak mendapatkan materi seolah telah kehilangan kesempatan untuk bahagia.
Belum lagi tuntunan media sosial terhadap generasi yang intensitasnya jauh lebih banyak dari ayah dan ibunya. Kehidupan materialistis yang dihadirkan para artis, misalnya, menjadikan kawula muda frustrasi sebab merasa kehidupan yang ia jalani tidak adil baginya.
Begitu pun maraknya bunuh diri di kalangan remaja, tidak bisa dipisahkan dari pengaruh media sosial. Tidak jarang pelaku bunuh diri terilhami dari tontonan mereka di media sosial. Inilah kehidupan sekuler yang melahirkan masyarakat yang materialistis dan liberalistis. Kehidupan makin kacau dan keluar dari fitrahnya.
Kehidupan yang sekuler tentu bertolak belakang dengan kehidupan Islam. kehidupan masyarakat Islam ditandai dengan ketundukan mereka terhadap syariat. Sedari dini mereka sudah diajarkan—di rumah maupun sekolah—mengenai hakikat tujuan penciptaan manusia. Islam mengajarkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Taala.
Dalam praktik kehidupannya, seseorang pun akan senantiasa mengikuti perintah-Nya. Ia paham bahwa sesungguhnya hanya Allah yang paling mengetahui yang terbaik buat hamba-Nya. Termasuk mengenai larangan menghilangkan nyawa, sebesar apa pun persoalan yang dihadapi, bunuh diri tidak boleh jadi solusi. Bagi kaum muslim, selain paham bahwa bunuh diri itu haram, mereka yakin ada Allah Swt. yang senantiasa hadir dan Allahlah sebaik-baik Pembuat Kejadian.
Selain pertahanan diri yang kuat, yaitu keimanan, Islam pun memberi perlindungan atas nyawa manusia dengan berbagai cara yang akan diterapkan secara menyeluruh dalam sebuah negara. Misalnya, negara menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Kondisi ini akan menghilangkan stres pada mahasiswa yang tertekan karena biaya hidup.
Selain itu, untuk menjaga fitrah manusia, negara akan melindunginya dari paparan pemikiran asing yang telah jelas merusak. Negara akan sangat selektif atas konten-konten yang akan sampai pada umat. Jika konten itu berbau kehidupan hedonistik dan materialistis, negara akan melarang konten tersebut masuk ke ranah negara.
Islam juga akan mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk menjaga kesehatan mental remaja. Mulai di lingkup keluarga hingga sekolah, akidah Islam akan terus ditanamkan agar mereka hidup sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Kurikulum juga akan dibuat sedemikian rupa agar para pelajar menikmati ilmu dan bukan untuk materi, melainkan untuk kontribusi terbaiknya bagi umat.
Fenomena bunuh diri lahir dari kehidupan sekuler yang tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Kehidupan sekuler yang melahirkan individu materialistis dan liberalistis memicu stres yang berujung pada usaha mengakhiri nyawa sendiri.
Oleh karenanya, untuk menghentikan fenomena ini, tidak ada lagi cara selain mengembalikan kehidupan Islam di tengah umat manusia. Melalui negara, Islam akan menjaga umat dari berbuat kerusakan dengan sejumlah mekanisme dalam melindungi nyawa rakyatnya. Wallahualam Bissawab