Oleh : Rufaidah Annisa
Belakangan ini, bunuh diri dianggap sebagai solusi atas permasalahan hidup. Salah satunya Bali yang merupakan tingkat bunuh diri yang paling tinggi di Indonesia saat ini. Berdasarkan Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebut laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 mencapai angka 3,07. Angka bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan jumlah penduduk.
Secara Nasional, Provinsi Bali menempati peringkat pertama angka bunuh diri. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua tingkat kasus bunuh diri, dengan angka bunuh diri sebesar 1,58. Sementara peringkat ketiga ditempati Provinsi Bengkulu dengan angka sebesar 1.53.
Seorang dokter spesialis kejiwaan membeberkan penyebab daripada tingkat bunuh diri semakin meningkat, yaitu meliputi faktor biologis dan psikososial. “Penyebab secara biologis karena memang ada kelainan mental pada seseorang seperti depresi,
skizofrenia, atau gangguan bipolar. Kemudian, psikososial seperti terbelit utang, terutama saat ini adalah pinjol (pinjaman online),” beber Sri saat ditemui di RSUP Prof Ngoerah, Denpasar, Bali, melansir detik, Kamis (27/6).
Menyadari hal itu, Pemprov Bali mengajak masyarakat berperan serta menurunkan tingkat bunuh diri. Salah satunya yaitu melakukan edukasi kepada keluarga guna membangun komunikasi dalam keluarga. Pemprov Bali juga mendorong para pemuka agama dan para ahli psikologi dalam melakukan tindakan pencegahan dan memberikan pencerahan bahwa bunuh diri bukan solusi dalam menyelesaikan masalah.
Kalau saja ada satu atau dua orang yang bunuh diri, mungkin kita masih bisa bilang ini masalah individu. Namun jika angka bunuh diri tidak lagi satu kasus melainkan ratusan kasus, maka hal tersebut bukan sekadar fenomena biasa, melainkan tren. Meningkatnya angka bunuh diri justru menggambarkan betapa buruknya mentalitas masyarakat. Mental yang lemah menandakan bahwa masyarakat kita tidak kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.
Timbulnya permasalahan kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi oleh cara pandang tertentu. Pandangan hidup yang sekuler menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya masyarakat mengalami krisis jati diri sebagai hamba serta krisis keimanan yang membuat seseorang mudah tergoncang, mudah tersulut emosi, nafsu sesaat, bahkan pikiran kacau. Hal inilah yang sebenarnya menyebabkan masyarakat kita menjadi sakit, yaitu kurangnya keimanan yang mengganggu kesehatan mental.
Fenomena ini juga menunjukkan gagalnya sistem Pendidikan dalam mencetak individu yang bermental kuat, selalu bersyukur dan bersabar dalam menjalani kehidupan. Selain itu, juga menunjukkan gagalnya Negara dalam mengurus rakyat dan menjaga Kesehatan mental rakyat.