Opini

KAPITALISME GAGAL MENJAMIN KESEHATAN MENTAL RAKYAT”

211

Oleh : Umi Astuti
Pemerhati Keluarga dan Instruktur Go Ngaji

News, FOKUS — Belakangan ini, bunuh diri dianggap sebagai solusi keluar dari permasalahan hidup. Jika dahulu kita mengenal Korea Selatan dan Jepang sebagai negara yang memiliki angka bunuh diri tinggi, kini Indonesia mulai mengikuti jejak kelam perihal kasus bunuh diri. Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri, mencatat terdapat 451 kasus bunuh diri pada periode Januari—Mei 2023. Jika dirata-rata, setidaknya ada tiga orang bunuh diri setiap harinya.

Secara nasional, Provinsi Bali menduduki peringkat pertama angka bunuh diri. Data Pusiknas Polri menyebutkan bahwa angka bunuh diri di Bali mencapai 135 kasus sepanjang 2023.
peringkat kedua jumlah tingkat kasus bunuh diri, dengan angka suicide rate sebesar 1,58.
Sementara di peringkat ketiga ditempati Provinsi Bengkulu dengan angka suicide rate sebesar 1,53. Disusul Aceh yang menempati posisi buncit dari seluruh provinsi di Indonesia, angka suicide rate-nya hanya 0,02.

Menurut psikiater RSUD Prof Ngoerah, Anak Ayu Sri wahyuni membeberkan penyebab tingkat bunuh diri di Bali paling tinggi di Indonesia.
Dua penyebabnya yaitu faktor Biologis dan faktor Psikososial.
#Faktor Biologis karena memang Karena ada kelainan mental pada seseorang seperti depresi atau gangguan bipolar.
#Faktor Psikososial seperti terlilit utang sehingga penyelesaiannya dengan Pinjol.

Contoh lainnya terjadi di Tanah Datar, Sumatra Utara. Seorang pemuda berusia 18 tahun nekat gantung diri lantaran minta dibelikan sepeda motor oleh orang tuanya yang secara ekonomi belum mampu memenuhinya.

Pada Maret 2023, di Bantul, Yogyakarta, seorang pria ditemukan tewas tergantung di langit-langit mushola.Pertengahan Desember 2023, warga Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dikejutkan oleh meninggalnya satu keluarga yang diduga bunuh diri lantaran terlilit utang.

Sederetan kasus diatas adalah fakta miris betapa bunuh diri makin menjadi tren solusi cepat untuk menyelesaikan persoalan hidup yang kian pelik dan sulit.Mengapa tren bunuh diri meningkat?

Mental Lemah

Peningkatan angka bunuh diri sesungguhnya menggambarkan betapa buruknya mental masyarakat yang terbentuk. Mental yang lemah menandakan bahwa masyarakat kita tidak cukup kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.

Pemerintah menyadari bunuh diri yang kian marak adalah masalah serius. Merespons hal ini, pemerintah Provinsi Bali mengajak masyarakat berperan serta menurunkan tingkat bunuh yaitu:
Pertama,mengedukasi keluarga untuk meningkatkan intensitas komunikasi antaranggota keluarga. Kedua,Pemprov Bali juga menggandeng pemuka agama untuk mengedukasi masyarakat bahwa bunuh diri bukan solusi saat hendak menyelesaikan masalah. Hal yang sama juga dilakukan Polres Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Mereka berkoordinasi dengan tokoh agama dan instansi terkait mengingat fenomena bunuh diri yang meningkat di wilayah tersebut.

Munculnya masalah maraknya bunuh diri merupakan faktor internal dan eksternal.
Faktor internal ini dipengaruhi cara pandang tertentu sehingga mental menjadi lemah.Ini karena pandangan hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Imbasnya, masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang hamba serta krisis keimanan yang membuat seseorang mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut. Inilah yang sesungguhnya yang menyebabkan masyarakat kita sakit, yakni tersebab lemahnya iman sehingga mengganggu kesehatan mental.
Faktor Eksternal karena kita hidup dalam sistem Demokrasi kapitalisme.

Kegagalan Kapitalisme

Ideologi kapitalisme memandang kehidupan berjalan dengan visi hidup materialistis. Standar kebahagiaan diukur dengan kepemilikan materi semata. Kemuliaan dan kemapanan hidup juga dinilai dengan segala sesuatu yang bersifat fisik, seperti jabatan, harta, kedudukan, dan kemewahan. Tidak heran bahwa pandangan ini mendorong seseorang selain untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat materi, juga dengan menghalalkan segala cara. Inilah bukti nyata kegagalan kapitalisme.

Masyarakat rela bahkan sampai dibela-belain mencari pinjaman uang hanya demi memenuhi gaya hidup hedonistik dan permisif yang dijajakan ideologi kapitalisme dengan tujuan prestise dan berbangga-bangga dengan harta, semisal perilaku pamer dan flexing yang belakangan ini menggejala di kehidupan masyarakat.

Demikian halnya, banyak yang rela terlibat pinjol dan judol demi memenuhi tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup yang makin mahal. Sayangnya, pada saat yang sama, negara tidak memberikan jaminan apa pun agar rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.

Kebijakan yang tidak prorakyat kerap muncul kendati rakyat tengah dalam impitan ekonomi, seperti harga pangan mahal, subsidi dicabut, tarif pajak naik, biaya pendidikan mahal, iuran kesehatan dengan layanan seadanya dan masih banyak kebijakan lain yang tidak sesuai dengan kondisi rakyat yang sedang susah.

Jika mental lemah akibat krisis iman membuat seseorang juga lemah dalam beribadah. Daya pikir lemah karena kehidupan yang serba materialistis dan kapitalistik menjadikan seseorang lebih memilih jalan cepat ketimbang susah payah mencari jalan keluar dari masalah hidup

Masalah Sistemis

Exit mobile version