Oleh: Neneng Gustiani
Kapitalisasi dan Globalisasi system Pendidikan di Indonesia
Negara Indonesia dengan sistem pemerintahan demokrasi, telah melegalkan paradigma kapitalisme global dengan meratifikasi perjanjian GATS (General Agreement on Trade in Service). Pemerhati pendidikan Astin Sahami S.Pd. menilai, mahalnya biaya UKT tidak terlepas dari kebijakan globalisasi yang dimotori WTO (Word Trade Organization) melalui GATS dengan memasukkan pendidikan sebagai sektor jasa yang bisa diperdagangkan. Sedangkan posisi penguasa hanyalah sebagai regulator perpanjangan tangan kepentingan para kapitalis.
Kebijakan di atas, menurutnya, menjadikan pendidikan sebagai dagangan mahal yang diperjualkan sehingga tidak semua orang mampu menikmatinya. Namun demikian, wajar jika negara selalu saja defisit sebab tata kelolanya yang kapitalistik. Abainya pemerintah terhadap pendidikan ini menjadikan sistem pendidikan kian hilang arah. Alih-alih mencari dana, negara malah menyerahkan dana pendidikan pada masing-masing kampus atas nama otonomi kampus. Alhasil, industri kian masuk pada kampus dan UKT kian tinggi. Demokrasi juga membuat berbagai payung hukum yang melegalkan liberalisasi pendidikan dengan tetap menjamin pendidikan sebagai komoditas bisnis, pro pasar industri, dan mengebiri peran negara sebagai penanggung jawab pendidikan.“Tidak hanya itu, adanya konsep triple helix yang menggabungkan unsur akademik, bisnis, dan pemerintah (Academic, Business, and Government) menjadi prinsip penyelenggaraan pendidikan. Keberadaan konsep ini bersenyawa dengan konsep World Class University (WCU) yang ramai digaungkan selama satu dekade terakhir. Salah satu standar Perguruan Tinggi (PT) yang layak disebut WCU adalah PT berbadan hukum,” tambahnya.
Ini salah satu bukti kegagalan kapitalisme dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan yang layak untuk masing-masing individu. Dengan system seperti ini bisa dipastikan hanya orang-orang kaya saja yang bisa menikmati pendidikan, sedangkan Masyarakat miskin akan kembali gigit jari. Sudah kita buktikan bersama bahwa kita tidak bisa berharap lagi pada system kapitalisme.
Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
Islam memiliki konsep sendiri dalam menyelenggarakan pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dasar rakyat. Sudah menjadi kewajiban negara memenuhi tanggung jawabnya, karena menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban. Kewajiban meraih ilmu di antaranya ditetapkan berdasarkan sabda Nabi saw:
“Meraih ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah).
Termasuk dalam fardhu kifayah ini adalah mencetak pakar sains dan teknologi yang dibutuhkan umat. Para ulama bersepakat akan hukum ini. Di antaranya dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn.
Keberadaan ahli di bidang kedokteran, farmasi, kimia, nuklir, dsb. vital bagi umat. Jika jumlahnya belum mencukupi, maka berdosalah kaum muslimin secara keseluruhan. Dalil bahwa kaum Muslim membutuhkan pakar di bidang sains dan teknologi adalah kebijakan Nabi saw. yang pernah mengutus Urwah bin Mas’ud dan Ghilan bin Salamah ra. untuk mempelajari cara membuat dababah (sejenis alat perang zaman dulu) dan manjanik (pelontar batu besar).
Dengan demikian pendidikan dalam Islam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi umat. Pendidikan telah diwajibkan oleh syariah juga kebutuhan vital untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan kaum Muslim, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Karena itu pendidikan dalam Islam bukanlah kebutuhan tersier atau kepentingan orang-orang kaya saja.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar, pemerintah wajib menjamin setiap rakyat mendapatkannya. Islam mempunyai konsep pendidikan harus merata dan tidak mahal sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk menempuh perguruan tinggi.