OpiniOpini

Jual Beli Bayi Marak, Nurani Terkikis Kehidupan Kapitalistik 

103
×

Jual Beli Bayi Marak, Nurani Terkikis Kehidupan Kapitalistik 

Sebarkan artikel ini

 

Oleh : Khadijah (Pemerhati Ibu dan Anak)

 

Terungkapnya kasus jual beli bayi di sebuah rumah bersalin oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta pada 4 Desember 2024 lalu, membuat publik resah. Dilansir republika, (12/12/2024), polisi mengamankan dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77 tahun) sebagai tersangka pelaku jual beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.

 

Menurut Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi, tersangka telah melakukan penjualan bayi sejak tahun 2010 dengan total bayi yang dijual sebanyak 66 bayi, yang terdiri atas 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya. Bayi dijual dengan harga Rp 55 juta hingga Rp 65 juta untuk bayi perempuan. Sedangkan bayi laki-laki dijual Rp 65 juta sampai Rp 85 juta. Tersangka dijerat dengan Pasal 83 UU 17/2016 serta pasal 76F UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.

 

Bukan Hal Baru

 

Kasus jual beli bayi bukan merupakan hal baru. Kasus yang juga diartikan dengan kasus perdagangan anak, nyatanya tiap tahun angkanya selalu bertambah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan sebanyak 11 kasus perdagangan anak pada tahun 2021, dan 21 kasus di tahun 2022 serta 59 kasus di tahun 2023. Angka ini yang terdata dan tidak menutup kemungkinan kasus yang tidak terdata lebih banyak lagi.

 

Peningkatan kasus setiap tahunnya menunjukkan adanya problem serius dan sistemis yang harus diselesaikan. Setidaknya problematika ini dapat dihubungkan dengan beberapa hal, diantaranya problem ekonomi kapitalistik yang mengikis nurani manusia di masyarakat, perilaku seks bebas pranikah yang juga marak dan memicu kehamilan di luar nikah, sanksi hukum yang lemah dan tidak memberi efek jera bagi pelaku serta minimnya peran negara dalam mengurusi masyarakatnya.

 

Dari problem ekonomi terlihat bahwa, kehidupan kapitalistik membuat kondisi ekonomi keluarga tidak menentu dan serba kekurangan. PHK di mana-mana, lapangan pekerjaan yang sulit membuat sebagian masyarakat tidak berpikiran jernih, anak dianggap beban dan memberatkan sehingga tak sedikit yang rela menjual bayinya untuk sekedar bertahan hidup dan tercukupi kebutuhan sehari-harinya. Nurani tunduk pada kehidupan kapitalistik tanpa memahami bahwa rejeki sejatinya telah ditetapkan oleh Allah swt. Inilah pengaruh dari sistem kapitalisme sekuler. Sungguh menyedihkan.

 

Dari aspek sosial, gaya hidup hedon menyebabkan masyarakat terjebak pada pergaulan bebas seperti perzinahan dan kehamilan di luar nikah yang memicu aborsi dan penelantaran atau pembuangan anak hasil perzinahan. Panti asuhan dan rumah bersalin menjadi salah satu tempat tujuan bayi hasil hubungan tersebut. Banyak kasus, anak ‘titipan’ ini menjadi sasaran bisnis menggiurkan, bayi dipatok harga belasan hingga puluhan juta rupiah.

 

Kehidupan sekuler kapitalis yang menjauhkan aturan agama Islam dari kehidupanlah yang mengikis empati dan nurani serta keimanan masyarakat. Kebahagiaan dan kesuksesan hanya dilihat dari banyaknya harta dan kesenangan materi semata. Uang atau materi menjadi tujuan hidup bukan yang lain. Halal dan haram sudah tidak dihiraukan lagi.

..

Peran Negara Minim

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *