Opini

Jeratan Pajak Mengatasi Emisi Polusi Udara Omong Kosong

115
×

Jeratan Pajak Mengatasi Emisi Polusi Udara Omong Kosong

Sebarkan artikel ini
Oleh : Novita Ratnasari, S.Ak.
(Pengiat Literasi)

 

Melansir dari CNBC Indonesia, publik kembali di hebohkan dengan statement Mentri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhud Binsar Panjaitan terkait rencana menaikkan pajak motor berbahan bakar minyak atau BBM. Meskipun diduga kuat masih wacana dan belom akan terealisasi dalam waktu dekat dan dalam tahap kajian mendalam.

Ada dua point alasan terkait alasan rencana ini, Pertama dianggap kenaikan pajak kendaraan motor BBM sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik. Kedua, rangkaian upaya pemerintah dalam perbaiki kualitas udara terutama di wilayah Jabodetabek. Meskipun beliau menyampaikan  bahwa rencana kenaikan pajak ini tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat. (19/1/2024).

Rancangan ini senada dengan apresiasi yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada rencana investasi perusahaan otomotif asal China, BYD sebesar Rp20,3 triliun untuk memproduksi kendaraan berbasis baterai (BEV) di Indonesia. Beralih ke kendaraan BEV dianggap berpotensi untuk mempercepat ekosistem ramah lingkungan dalam negeri. Airlangga meminta perusahaan melakukan produksi mobil listrik di Indonesia dan meningkatkan lokal konten.

Wacana tersebut justru mengundang pertanyaan terkait adanya program konversi energi menuju penggunaan Listrik.  Apalagi dengan industri kendaraan Listrik mulai resmi beroperasi di Indonesia yang dianggap oleh banyak pihak ramah lingkungan dibanding kendaraan berbahan bakar minyak (BBM). Ini karena mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV) tidak menghasilkan emisi gas buang.

Kasubdit Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ratna Kartikasari mengungkapkan bahwa faktanya tidak menjadikan kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan karena ada komponen yang hingga kini masih menjadi pembahasan terkait limbah yang sangat berbahaya sehingga gali lobang tutup lobang, masalah lingkungan lain menanti.

Sumber listrik dari pembangkit listrik thermal untuk charging baterai berpotensi menghasilkan emisi dari bahan bakar fosil. Apabila pembangkit listrik masih mengandalkan batu bara, itu sama saja. Seperti pemindahan masalah, pasalnya di perkotaan masalah beres sedangkan di daerah pinggiran masih akan tetap menghasilkan emisi. (Betahita, 7/8/22)

Jika paradigma pemerintah beranggapan mengatasi polusi udara dengan menekan harga pajak kendaraan BBM bahkan beralih ke BEV sebenarnya hanya solusi tambal sulam karena memperpanjang durasi penderitaan rakyat, mengingat banyak faktor yang berpengaruh terjadinya polusi udara di negeri ini termasuk jabotabek.

Dari hasil riset, penyebab polusi udara khususnya daerah Jakarta ketika musim kemarau yaitu asap knalpot kendaraan diseluruh kota, pembakaran terbuka 9% di bagian timur (Lubang Buaya), debu jalan 9% di bagian barat kota (Kebon Jeruk), garam laut 19%-22%, partikel tanah tersuspensi 10%–18% telah ditemukan di seluruh kota, tetapi paling terlihat di bagian timur kota (Lubang Buaya), karena kondisi daerah yang kering, dan aerosol sekunder 1%–7%.

Ketika musim penghujan polusi udara disebabkan oleh asap knalpot kendaraan 32–41%, emisi kendaraan tertinggi yang ditemukan di pusat kota (Gelora Bung Karno), pembakaran batu bara 14% di bagian timur (Lubang Buaya), aktivitas konstruksi 13% di bagian barat kota (Kebon Jeruk), pembakaran terbuka biomassa atau bahan bakar lainnya: 11% di pinggiran kota (KJ dan LB), debu jalan <1%–6% ditemukan di (GBK), dan bagian timur kota (LB), serta aerosol sekunder (6%–16%) dan garam laut (1%–10%) ditemukan di seluruh kota. Sehingga ketika mengatasi polusi udara dengan menekan pajak kendaraan bermotor itu hanya memperpanjang kontrak masalah saja.

Ketika perusahaan industri di negeri ini yang notabennya sahamnya dikuasai oleh para korporat sudah membuktikan bahwa mereka telah berhasil menancapkan hegemoni kekuasaan dan rakyat hanya menikmati kerusakan alamnya saja, dengan adanya kebijakan para pemilik modal. Realitas hari ini jenis pengelolaan limbah industri baik yang berbentuk cair, uap, padat ternyata mencemari lingkungan termasuk penyumbang polusi udara terbanyak.

Ketika pemerintah menaikkan pajak BBM sama saja menjerat rakyat kelas menenggah ke bawah. Dimana negara menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara untuk kesejahteraan rakyat. Sayangnya hal ini tidak mungkin terwujud ketika negara menjalankan sistem kapitalisme. Kesalahan mendasar sistem ekonomi kapitalisme yang dengan sadar diadopsi negeri ini adalah BBM diposisikan sebagai objek komersialisasi yang boleh dikelola oleh siapapun. Didalam sistem kapitalisme pemilih modal memiliki kekuatan penuh untuk mengelola sumber daya alam termasuk Migas sehingga tidak memposisikan SDA menjadi  kepemilikan rakyat  dan tentunya dikelola berdasarkan kepentingan para kapital.

Padahal hakikat sumber daya alam adalah kepemilikan umum atau rakyat, akan tetapi penguasaannya dilakukan oleh segelintir orang akan membuat sebagian yang lain sulit untuk mengaksesnya. Berbanding terbalik jika pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta dibangun atas ruh bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bukan ruh pelayanan.

Tidak heran para korporasi migas akan terus menaikkan harga migas beserta pajaknya apalagi di tengah perekonomian kapitalisme yang serat akan inflasi. Negara sendiri memiliki peran mengesahkan segala regulasi atau aturan yang memudahkan para korporasi berinvestasi dalam mengelola sumber daya alam yang ada,  sebab sistem demokrasi kapitalisme menicayakan negara berperan sebagai regulator semata bukan penanggung jawab utama untuk mengurusi hajat hidup rakyatnya.

Sehingga tujuan utama negara bukan lagi untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya melainkan menjahterakan sebagian kalangan saja yakni para kapitalis. Mirisnya negara seolah bersembunyi di balik kata subsidi untuk menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Padahal negara seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh dalam mengelola sumber daya alam milik rakyat sehingga bisa diakses oleh seluruh rakyat dengan harga murah bahkan gratis.

Pengelolaan BBM dalam sistem kapitalisme sangat jauh berbeda dengan pengelolaannya dalam sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi khilafah. Sebagai negara yang menerapkan ideologi Islam (khilafah) mengelola BBM sesuai tuntunan syariat Islam. Dalam tinjauan syariat Islam BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang terhitung melimpah dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian Islam melarang kepemilikan dan pengelolaan BBM diserahkan kepada swasta atau asing

Rasulullah saw. bersabda pemimpin yang mengatur urusan manusia yakni Imam atau khalifah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim.  Paradigma ini melahirkan negara yang optimal dalam mengurus rakyat sehingga ketika terjadi kasus polusi udara seperti saat ini negara Khilafah tidak akan lari dari tanggung jawab. Khilafah akan berupaya untuk menjauhkan rakyat dari dhoror, apa yang akan membahayakan kehidupan rakyat.

Rasulullah saw. bersabda tidak boleh menimbulkan mudharot atau bahaya bagi diri sendiri maupun mudharat atau bahaya bagi orang lain. Di dalam Islam hadis riwayat Ibnu Majah dan Ahmad Khilafah akan mencari berbagai solusi mendasar dan komprehensif karena negara adalah perisai bagi rakyat

Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memastikan industri menggunakan prinsip aspek keberlanjutan lingkungan seperti mendorong industri untuk menggunakan sistem produksi yang bersih dan ramah lingkungan sehingga paradigma utama industri bukan untuk pencapaian profit kapital tetapi untuk terealisasinya kemaslahatan umum.

Khilafah juga akan mendorong riset-riset pengolahan limbah pengembangan material ramah lingkungan maupun teknologi hijau dari hasil riset tersebut Khilafah dapat menentukan kebijakan terkait emisi kendaraan tata ruang kota tata kelola pembangunan yang ditujukan untuk mengurangi polusi udara. Upaya ini bisa direalisasikan tanpa setengah hati karena Khilafah memiliki sistem keuangan yang stabil yaitu Baitul Mal.

APBN akan dirancang sesuai dengan kebutuhan per wilayah kemudian Khilafah akan mengalokasikan anggaran untuk upaya-upaya tersebut dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara Baitul Mal. Seperti inilah tanggung jawab negara Khilafah dalam mengurus rakyatnya. Seandainya terbukti penguasa melakukan pelanggaran seperti saat ini, maka kasus seperti ini akan diselesaikan oleh qadima zalim.

Qadima zalim adalah peradilan untuk menghilangkan kezaliman negara terhadap orang yang berada di bawah wilayah kekuasaannya. Baik rakyat, negara Khilafah maupun bukan kezaliman tersebut dilakukan sendiri oleh khalifah, pejabat, negara, maupun pegawai yang lain.

Apabila kezaliman tersebut berkaitan dengan kebijakan maka qadimah zalim akan membatalkan kebijakan tersebut. Seperti pajak liberalisasi pembangunan industri kapitalisasi sumber daya alam dan sebagainya namun jika kezaliman tersebut berkaitan dengan tindakan semena-mena abai terhadap urusan rakyat, berpihak pada kepentingan korporat, tidak bertanggung jawab maka kodimah zalim akan menghentikan tindakan tersebut.

Qadimah zalim berhak memberhentikan pejabat pegawai negara bahkan khalifah jika harus diberhentikan karena pelanggaran hukum syariat. Dengan demikian rakyat akan mendapat keadilan tanpa bertele-tele menunggu kepastian pun jika telah terbukti penguasa melakukan pelanggaran tidak akan ada kasasi yang memberi peluang terjadinya keculasan dalam peradilan.

Wallahu’alam Bisowab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *