Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Dikutip dari tribunnews.com 19-07-2024, baru-baru ini viral video yang menampilkan beberapa masyarakat di Kalimantan Selatan tampak mabuk atau seperti tengah berhalusinasi. Di dalam video tersebut, dinarasikan jika hal ini terjadi akibat mengonsumsi tumbuhan kecubung. Terkait hal ini, Psikiater konsultan Adiksi RSJ Sambang Lihum, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dr Firdaus Yamani SpKJ(K), menyampaikan jika total sudah ada 56 orang yang dirawat.
Fakta lain yang disampaikan oleh dr. Firdaus setelah pasien sadarkan diri, ternyata diketahui jika penyebabnya dikarenakan mengonsumsi pil bewarna putih. “Pada awalnya diduga kecubung karena efek mirip dengan buah kecubung. Ketika dilakukan wawancara saat pasien sudah perbaikan. Mereka memberikan jawaban yang sama, yaitu konsumsi pil putih tanpa merek,” ungkapnya.
Pil putih tersebut, kata dr Firdaus adalah jenis pil carnophen. Di dalam pil carnophen ini, terkandung parasetamol, carisoprodol, dan kafein. Diketahui Carisoprodol lah yang memberikan efek penenang. Selain itu, Carisoprodol ini juga menyebabkan stimulasi atau euforia. Ketiga kandungan itu diduga menghasilkan efek samping yang mirip dengan apa yang dihasilkan buah kecubung. Firdaus mengatakan berdasarkan aturan Kementerian Kesehatan, pil carnophen termasuk narkotika golongan I dan bersifat ilegal.
Namun, belajar dari kasus sebelumnya, Firdaus meminta agar masyarakat tidak sekali-kali mencoba mengonsumsi buah kecubung apalagi menggabungnya dengan obat-obatan terlarang guna terhindar dari efek sampingnya yang membahayakan jiwa. dr. Firdaus pun menyampaikan efek buah kecubung antara lain ialah halusinasi, gagal napas, kenaikan tekanan darah yang tiba-tiba sampai kematian.
Terkait kasus kecubung ini, penulis ingin mengangkat sisi perilaku yang terjebak konten kecubung. Dari kasus di atas, Konsumsi kecubung atau pun pil dengan dampak gejala sebagaimana kecubung, dua-duanya berjudul mabuk. Perilaku linglung tervisualisasi via penyalahgunaan kecubung.
*Kecubung Bikin Linglung*
Kecubung mengandung zat aktif yang dapat memengaruhi sistem saraf pusat. Efek ini menjadikan kecubung sering disalahgunakan untuk mendapatkan sensasi euforia dan halusinasi. Pemakaian kecubung sebagai bahan tambahan untuk mabuk bukanlah hal yang baru, khususnya di Kalimantan. Meskipun kecubung memiliki sejarah penggunaan dalam konteks ritual atau pengobatan tradisional, penyalahgunaannya untuk tujuan mabuk-mabukan membawa dampak negatif yang signifikan bagi individu dan masyarakat.
Sekalipun masyarakat menyebut konsumsi kecubung adalah strata terendah dalam dunia permabukan, tetap saja penggunaan kecubung sebagai bahan untuk mabuk-mabukan telah membuat linglung konsumennya. Dunia penuh dengan halu, sensasi euforia yang diakibatkannya pun membuat saraf pusat terganggu. Hidup yang sudah sulit makin dibuat sulit. Dunia nyata seakan tiada. Akhirnya pemakainya menjadi makhluk tiada guna lantaran harus masuk RS Jiwa. Mengenaskan.
Kelinglungan akibat penyalahgunaan kecubung mengalirkan berbagai dampak. Selain masalah kesehatan ternyata masalah sosial pun muncul termasuk perilaku berisiko, juga kerusakan hubungan keluarga, serta beban pada layanan kesehatan. Orang yang kecanduan akan mengalami penurunan produktivitas, masalah dalam hubungan interpersonal, dan konflik hukum. Secara tidak langsung, pengguna akan gagal beradaptasi dengan lingkungannya. Linglung tak ketulungan.
Namun mirisnya, menurut keterangan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalimantan Selatan, Brigjen Pol Wisnu Andayana, status kecubung di dalam UU belum masuk ke dalam golongan narkotika. Sejatinya kecubung, katanya, termasuk dalam golongan zat psikoaktif baru atau new psychoactive substance (NPS). Hanya saja, bagian ini belum diatur oleh UU, khususnya dari Kementerian Kesehatan. Menurutnya, saat ini juga belum ada pasal pidana yang bisa menjerat pengedar kecubung. Padahal kecubung telah nyata tidak aman untuk digunakan sembarangan.
*Sistem Rusak Telah Merusak Generasi*
Mari kita amati bersama, walaupun mabuk kecubung, baik pil mengandung kecubung, atau pun pil dengan kandungan mirip kecubung, sudah sangat mengkhawatirkan di masyarakat bahkan sudah merenggut nyawa. Namun sayangnya belum ada tindakan cepat tanggap dari pemerintah kapitalis sekuler untuk menanggulangi dan mengantisipasi. Fenomena yang jelas-jelas merusak generasi, belum ditangani secara memadai baik secara kesehatan maupun hukum. Walhasil kejadian ini terus saja berulang.
Mengonsumsi kecubung dengan adanya sensasi euforia dan halusinasi, menunjukkan bahwa mabuk kecubung tidak ubahnya mengonsumsi narkoba. Pecandunya ingin sejenak melepaskan beban pikiran akan kehidupan. Padahal sejatinya yang mereka rasa hanyalah kebahagiaan semu semata.
Sistem kapitalisme sekuler telah membuat generasi bermental lemah. Saat beban hidup tiba, mereka lari dari masalah tersebut dan melampiaskannya dengan mengonsumsi zat-zat yang menghilangkan akal, bukan malah menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Generasi mabuk yang rusak dan bermental lemah secara sistemik merupakan gambaran berhasilnya sistem sekuler menjerumuskan mereka. Semua ini juga erat dengan lemahnya penguasa beserta sistem yang tegak saat ini dalam menentukan visi perlindungan generasi dari kerusakan secara sistemis. Sistem pendidikan sekuler yang berlangsung dari masa ke masa telah mencetak generasi serba instan, pragmatis, serta jauh dari profil tangguh. Generasi berakhlak mulia pun sekadar wacana. Generasi emas yang digadang-gadang pun malah bikin cemas. Menyedihkan.
Sungguh sistem pendidikan sekuler telah meminggirkan aspek keimanan yang semestinya menjadi pedoman hidup dan standar kebahagiaan seorang individu dalam menjalani kehidupan. Pantas saja hasilnya hanya segerombolan generasi rusak dan lemah yang sampai-sampai tidak mampu untuk mengenali jati diri, potensi, juga arti hidupnya. Mengerikan.
Jebakan kecubung menjerembabkan generasi dalam dunia permabukan. Perilaku yang jelas diharamkan. Maraknya permabukan di tengah generasi muda berangkat dari persepsi halal dan haram sebagai tolok ukur dalam mengonsumsi sesuatu. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah: 168,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”