OpiniOpini

Jangan Abaikan Sarana Prasana Pendidikan 

147

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah mengalokasikan dana Rp17,15 triliun pada 2025 untuk rehabilitasi dan renovasi sekolah rusak . Hal ini disampaikan pada puncak Hari Guru Nasional 2024 di Velodrome, Rawamangun, Jakarta, Kamis (28/11/2024). Prabowo mengatakan, anggaran Rp17,15 Triliun ini akan digunakan untuk perbaikan atau renovasi baik di sekolah negeri dan swasta. Jumlah sasaran sekolah mencapai 10.440 sekolah di seluruh Indonesia (sindonews.com, 28-12-2024).

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyatakan renovasi dan rehabilitasi sekolah yang akan dimulai pada tahun depan bertujuan agar anak-anak Indonesia bisa bersekolah dengan lebih layak.”Mulai tahun depan, itu sekolah-sekolah yang kondisinya memprihatinkan kita renovasi dan rehabilitasi sehingga anak-anak kita bisa bersekolah dengan lebih layak,” ujar Staf Ahli Menteri (SAM V) Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Endra S. Atmawidjaja dalam Forum Tematik Bakohumas di Jakarta (antaranews.com, 26-12-2024).

Dalam laporan BPS bertajuk Statistik Pendidikan 2024, pada Tahun Ajaran 2023/2024 terdapat 148.758 unit sekolah SD, 42.548 SMP, 14.445 SMA, dan 14.252 SMK di Indonesia. Menurut laporan tersebut, proporsi ruang kelas yang kondisinya baik hanya 40,76% untuk SD, 51,28% SMP, 61,58% SMA, dan 64,34% SMK. Kerusakan ringan, sedang, hingga parah terbanyak ada pada bangunan SD yakni sebanyak 48,71% rusak ringan/sedang, dan 10,52% rusak berat. Jika ditotal, bangunan sekolah dari SD, SMP, SMA, dan SMK yang rusak mencapai 119.876 bangunan. Namun program renovasi sekolah dengan tujuan pemerataan patut dipertanyakan mengingat yang menjadi sasaran renovasi hanya sebanyak 10.440 bangunan alias hanya 8,7% saja. Bahkan jumlah tersebut tidak mampu memperbaiki seluruh bangunan SD yang mengalami rusak parah alias tidak layak digunakan, yang jumlahnya mencapai 15.649 bangunan.

Indikasi Kurang Peduli Hantaran Ilusi Sistem Kapitalis 

Untuk diketahui saja, beberapa waktu yang lalu, viral video seorang anggota Komisi X DPR Fraksi Demokrat, Anita Jacoba Gah, yang tengah mengikuti rapat kerja menyampaikan perihal masih banyaknya bangunan sekolah yang tidak layak terutama di wilayah sekitar 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Bahkan di antaranya terlihat seperti kandang binatang, padahal isinya adalah manusia-manusia. Tentunya banyaknya bangunan sekolah tidak layak ini menjadi salah satu indikasi betapa kurang pedulinya  negara terhadap generasi. Betapa lalainya negara terkait perhatiannya dalam hal keselamatan siswa, kenyamanan belajar, kegiatan belajar dalam bangunan sekolah yang rusak parah.

Bagaimanapun poses belajar mengajar merupakan proses yang tidak bisa diabaikan. Kondisi aman dan nyaman serta terjaminnya keselamatan anak termasuk bangunan yang memadai, harusnya sangatlah diperhatikan.

Sayang beribu sayang, penguasa seakan  tidak peduli. Pemenuhan terhadap kepentingan tersenut tidak direalisasi sesegera mungkin. Peran penguasa sebagai raa’in tidak tersibghoh di dalamnya. Watak negara dalam naungan kapitalisme telah menebalkan ketidakpedulian dan mengulur-ulur perhatian yang seharusnya segera dilakukan.

Seharusnya pemerintah menggelontorkan dana yang jauh lebih besar agar bisa memperbaiki seluruh bangunan sekolah dan juga memenuhi seluruh fasilitas yang menunjang belajar mengajar. Lalu mengapa hanya 8,7% saja yang diperbaiki? Bagaimana yang lainnya?

Sungguh miris. Ketika pemerintah berbangga-bangga dengan alokasi dana yang besar untuk sektor pendidikan, ternyata anggaran untuk itu masih belum cukup bahkan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal,

Pertama, negara kurang peduli. Banyaknya bangunan sekolah yang rusak sudah lama terjadi. Seharusnya pemerintah segera menangani namun tidak tidak terjadi.  Negara begitu abai  terhadap para peserta didik, baik dalam hal kenyamanan belajar, kegiatan belajar mengajar yang berkualitas, serta keselamatan peserta didik selama pembelajaran.

Seharusnya kegiatan belajar mengajar yang berkualitas ditunjang dengan fasilitas yang memadai agar prosesnya mampu menghasilkan generasi yang cemerlang. Watak penguasa dalam sistem kapitalisme telah membuat kebijakannya selalu terikat dengan  sejumlah kepentingan pemodal. Alhasil kepentingan rakyat dinomorsekiankan.

Sistem kapitalisme telah menjadikan penguasa hanyalah sebagai regulator, bukan pengurus umat. Hubungan antara penguasa dan rakyat bagai hubungan jual beli. Rakyat menerima pemenuhan kebutuhan hidup dengan cara membayar pajak dan pemerintah menjual berbagai kebutuhan tersebut kepada rakyat.

Di alam kapitalisme pendidikan diposisikan sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Akhirna hanya segelintir orang yang bisa mengakses pendidikan dengan layak. Pendidikan adalah hak seluruh rakyat Indonesia hanyalah sebagai jargon yang bersifat kamuflase untuk menutupi watak rakus kapitalisme yang tertanam dalam hidup para penguasa.

Bukan hanya omongan belaka, laporan hasil pemantauan Tren Korupsi oleh ICW pada Mei 2024, bahwa kerugian negara akibat kebocoran dana di sektor pendidikan sepanjang 2023 mencapai Rp132 miliar. Watak serakah terpamoang nyata. Jadilah program renovasi bangunan sekolah  patut diwaspadai kebocorannya. Mekanisme swakelola yang ada telah mewujudkan meningkatnya potensi penyalahgunaan wewenang, baik di pusat maupun daerah.

Watak penguasa dalam sistem kapitalisme, kental korup pekat abai terhadap umat. Kerapnya upaya mencari keuntungan dalam tiap proyek yang dijalankan, sudah menjadi rahasia umum. Wajarlah jika gembar gembor proyek renovasi dan rehabilitasi sekolah diragukan keberhasilannya untuk  mewujudkan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini.

Kedua, kurangnya dana. APBN yang defisit memang kerap menjadi kendala utama dalam penyelesaian satu persoalan. Politik APBN negara kapitalis menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utamanya sehingga wajar saja selalu defisit. Pada akhirnya APBN harus terus ditambal oleh utang. Alih-alih surplus, beban utang negara kian menumpuk tiap tahunnya.

Mari kita perhatikan, saat rakyat diberi janji perbaikan bangunan sekolah (walau hanya 8,7%), pada saat yang sama PPN (Pajak Pertambahan Nilai) malah hendak dinaikkan menjadi 12%. Kenaikan pajak ini akan sangat membebani ekonomi rumah tangga serta berdampak pada melemahnya daya beli, sebab harga barang akan makin tinggi.

Mirisnya negara kapitalis selalu saja  berdalih bahwa kenaikan pajak ini adalah perhitungan terbaik yang akan menguntungkan negara dengan wacana pemasukan akan makin besar. Watak penguasa kapitalis seldlu saja nihil empati pada rakyat. Pajak yang diberikan rakyat nyatanya tidak seutuhnya kembali untuk kepentingan rakyat. Sebagai buktinya subsidi makin dikurangi, sedangkan fasilitas dan biaya/kebutuhan hidup meninggi.

Jelaslah senyatanya kapitalisme mustahil mampu mewujudkan kebaikan. Sistem selalu meniscayakan wujud  penguasa yang abai terhadap rakyat dan lemahkan pendanaan terhadap berjalannya pemerintahan maupun kehidupan rakyatnya dan juga bernegara.

Paradigma Pembangunan Pendidikan dalam Sistem Islam

Sungguh, Islam telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang sangat penting. Dalam Islam, negara Islam harus  bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyediaan sarana prasarana dengan kualitas terbaik demi tercapainya tujuan pendidikan. Negara pun selalu memastikan tiap individu mendapatkan hak pendidikannya sehingga fasilitas sekolah akan merata di tiap wilayah termasuk wilayah 3T.

Exit mobile version