OpiniOpini

Jaminan Kesehatan Dapat Terwujud Dalam Kepemimpinan Islam

280

 

Oleh : Ani Hayati, S.hi (Pegiat Literasi)

 

Menjelang akhir tahun masyakarat masih di pusingkan dengan berbagai masalah kesehatan dilansir dari Bisnis.com (06/12/24), bahwa Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial. Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp146,28 triliun.

 

Kemudian masalah kurangnya tenaga medis terutama dokter sumber KBRN, Palangka Raya : Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Suyuti Syamsul, menegaskan kebutuhan dokter saat ini masih banyak. Lantaran apabila mengikuti rasio baru, setiap seribu penduduk, memerlukan satu orang dokter.

Dengan penduduk Kalimantan Tengah berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa, sehingga memerlukan 2.700 dokter. Namun saat ini, jumlah dokter hanya ada 800 orang, sehingga masih memerlukan sekitar 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal (RRI.co.id, 01/10/2024).

 

Belum lagi masyakarat melakukan pengobatan Mandiri atau Self-Mediaction, Menurut World Health Organization (WHO), mengobati secara mandiri atau self-medication adalah upaya pengobatan pada suatu gangguan atau gejala tanpa adanya konsultasi pada tenaga kesehatan terlebih dahulu. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan dibanding perkotaan.( Goodstats.com, 11/12/2024).

 

Dari fakta di atas tidak ada hentinya masyarakat dirundung problem Kesehatan yang masih banyak. Diantaranya, fasilitas dan nakes tidak merata, berbiaya mahal/komersialisasi, dll. Sehingga, alih-alih mendapat layanan terbaik, justru tidak semua warga negara bisa mengakses layanan kesehatan karena tidak memiliki cukup uang untuk mendapatkan layanan, fasilitas serta kebutuhan kesehatan yang memadai. Hal ini wajar terjadi sebab dalam kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.

 

Kesehatan justru dikapitalisasi atau dijadikan industri. Bisa dipastikan narasi pemerintah soal anggaran kesehatan yang diprioritaskan dan upaya peningkatan standarisasi profesi kesehatan sejatinya bukan untuk rakyat, melainkan demi melayani kepentingan korporasi saja. Tak heran jika para pengusaha diuntungkan, sementara rakyat jadi korban.

 

Lantas, bagaimana jaminan kesehatan dalam Islam?

Dalam Islam, kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Negara wajib memenuhinya tanpa kompensasi. Kebutuhan pokok ini akan menjadi perhatian utama. Kesehatan merupakan salah satu layanan yang wajib dipenuhi negara kepada rakyatnya. Ada lima prinsip jaminan kesehatan dalam Islam.

Pertama, negara wajib menjamin kesehatan rakyat. Artinya negara bertanggung jawab penuh memberi jaminan seluruhnya untuk rakyat. Negara tidak akan memungut biaya pada perkara yang sudah disebut dengan “jaminan”.

Exit mobile version