Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Presiden Joko Widodo telah menandatangani aturan yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang. Namun aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak lantaran dituding bermotif politik, dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.(bbc.com, 3/6/2024).Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beralasan, ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan izin usaha pertambangan.
Dilansir dari Kompas 29/4/2024, bahwa PP No. 96/2021 Pasal 75 A berbunyi, “(1) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan pemberian secara prioritas kepada badan usaha swasta. (2) Ketentuan mengenai pemberian secara prioritas kepada badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.” Dengan adanya revisi aturan ini, ormas maupun organisasi keagamaan akan berkesempatan untuk mengelola tambang.
Demikian pula dikutip dari CNBC Indonesia, 30/5/2024, dalam PP No. 25/2024 Pasal 83A yang berisi,
Pertama, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Kedua, WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah eks PKP2B.
Ketiga, IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
Ketiganya menunjukkan kelapangan jalan penambangan untuk ormas. Dan Pak Presiden telah meresmikannya. Peraturan yang tertera pada PP No. 25/2024 itu merupakan Perubahan atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang diberikan adalah wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
*Pelanggaran Konstitusi*
Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky, M.Si. menyatakan bahwa pemberian IUP kepada ormas adalah pelanggaran konstitusi.(MNews, 10/5/2024). Menurutnya, konstitusi mengamanatkan tambang harus dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan kepada rakyat, bukan justru pengelolaannya diserahkan kepada ormas atau kepada rakyat. Fungsi ormas itu adalah menggerakkan kegiatan masyarakat, bukan mencari profit atau mengurus tambang.
Dengan pemberian IUP kepada ormas, publik pasti menilai bahwa ada motif politik untuk menanam balas budi kepada ormas tertentu yang diberikan izin untuk mengelola tambang. Politik kekuasaan dimainkan. Kerika ormas diberi izin, rasa utang budi kepada rezim tumbuh. Ewuh pakewuh, akhirnya ormas tidak bisa lagi melakukan kontrol terhadap penguasa. Perhatian ormas tertentu yang mestinya bisa menjalankan fungsi muhasabah atau koreksi kepada rezim berubah menjadi sibuk mengurusi tambang mencari cuan.
Ketika ada masanya ormas tidak lagi mengelola tambang dengan baik, atau tidak memiliki cukup modal untuk mengelola, dan hanya ingin mendapat untung saja, maka ini menjadi celah bagi oligarki yang memiliki modal besar untuk menguasai tambang tersebut dengan membeli izin yang dimiliki ormas. Posisi oligarki makin kokoh dalam menguasai tambang. Sangat disayangkan, jika hari ini tambang sudah dikuasai oleh asing dan aseng, ke depannya mungkin akan lebih kuat lagi dikuasai oligarki. Terlebih lagi jika pengelolaan tambang berdampak makin buruk terhadap rakyat, maka yang akan disalahkan adalah ormas, bukan perusahaan asing atau aseng.
*Pengelolaan Tambang dalam Islam*
Dari uraian di atas nampak bahwa penyerahan tambang pada ormas ini telah melanggar konstitusi. Jika menurut pandangan konstitusi saja hal ini sudah melenceng, apalagi menurut pandangan Islam, karena dalam Islam, kekayaan alam yang berlimpah adalah milik bersama, tidak boleh diserahkan kepada individu, perusahaan, apalagi kepada ormas.