Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan asal China dilaporkan terjadi di beberapa daerah, antara lain Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Pamekasan, dan Riau. Korban adalah anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Setelah dilakukan uji laboratorium, terdapat empat jenis kudapan La Tiao yang terindikasi mengandung bakteri bacillus cereus yang dapat menyebabkan mual, muntah, diare, hingga sesak napas.
Untuk kehati-hatian Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menghimbau agar masyarakat untuk sementara waktu tidak mengkonsumsi La Tiao. Ia menyatakan bahwa pihaknya akan menarik 73 produk kudapan asal Tiongkok yang terdaftar di BPOM, hingga produk tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi. (cnbcindonesia.com, 02/11/2024)
KLB keracunan makanan dan obat bukan baru kali ini terjadi, pada 2022 pernah terjadi kasus gagal ginjal akut yang diduga karena zat pelarut yang digunakan pada obat jenis sirup yang mengandung cemaran zat kimia yang di luar ambang batas aman, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Hingga Februari 2023, terdapat 326 kasus gagal ginjal akut yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dari jumlah ini, 204 anak meninggal dunia.
Saat itu Kemenkes, Kemendag, dan BPOM saling melempar tanggung jawab dalam menangani kasus gagal ginjal akut yang mengorbankan nyawa ratusan anak. Menurut Kementerian Kesehatan pengawasan bahan obat-obatan merupakan kewenangan BPOM. Sementara badan pengawas obat dan makanan tersebut menyatakan bahwa mereka hanya mengawasi dan memeriksa bahan baku dalam kategori pharmaceutical atau khusus farmasi. Sedangkan mengenai impor dan peredaran EG dan DEG, bukan kewenangan mereka, karena penggunaan yang sesungguhnya bukan untuk industri.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi lembaga negara terkait, seperti BPOM, Kemenkes dan Kemenhan. Lembaga-lembaga ini seharusnya melakukan evaluasi dan penyelidikan yang menyeluruh terkait kasus tersebut, untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Namun kejadian KLB keracunan La Tiao menunjukkan bahwa negara kembali kecolongan.
Berulangnya kasus kejadian luar biasa keracunan makanan menunjukkan bahwa negara belum membenahi regulasi produk pangan dan obat. Pengawasan pemerintah terkait hal ini dinilai masih minim sehingga makanan yang tidak layak konsumsi beredar luas dan sangat mudah didapat. Padahal yang menjadi korban adalah anak-anak usia belia yang merupakan generasi penerus bangsa.
Tanggung jawab negara terhadap keamanan rakyat kian terkikis manakala sistem sekuler kapitalisme dijadikan acuan untuk mengatur pemerintahan. Alih-alih menangani, para pejabat terkait justru saling lempar tanggung jawab dan terkesan cuci tangan. Tindakan hukum hanya diberlakukan kepada pelaku industri yang memproduksi dan mendistribusikannya. Sedangkan para pejabat di BPOM atau Kemenkes yang bertanggung jawab perihal kelalaian dalam pengawasan dan uji kelayakan pangan tidak tersentuh hukum.