Opini

Islam dan Solusi Hakiki Menghadapi Bencana

58
×

Islam dan Solusi Hakiki Menghadapi Bencana

Sebarkan artikel ini

 

Bencana alam bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Sebagai negara yang terletak di kawasan cincin api, Indonesia kerap menghadapi gempa bumi, letusan gunung berapi, hingga tsunami. Tak terkecuali Kalimantan Selatan, yang baru-baru ini mencatat lebih dari 20 kali gempa bumi di berbagai wilayah sepanjang Desember 2024. Meski intensitasnya bervariasi, rentetan gempa ini menjadi pengingat bahwa risiko bencana tidak mengenal batas wilayah.

Bencana, di satu sisi, adalah ujian bagi manusia. Namun, di sisi lain, ia juga menjadi refleksi sejauh mana manusia mampu mengelola alam dan membangun sistem mitigasi yang baik. Dalam konteks ini, sistem kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini seringkali terbukti gagal melindungi rakyat. Berbeda halnya dengan sistem Islam, yang memiliki paradigma penanganan bencana yang holistik dan berpihak sepenuhnya kepada manusia.

Paradigma Islam vs Kapitalisme dalam Mitigasi Bencana

Dalam sistem kapitalisme, kebijakan mitigasi bencana seringkali didorong oleh motif untung rugi. Regulasi mengenai tata ruang, standar bangunan, dan perlindungan lingkungan hidup kerap diabaikan jika dianggap merugikan investasi atau ekonomi jangka pendek. Akibatnya, pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan risiko bencana, bahkan di wilayah-wilayah rawan seperti lereng curam, bantaran sungai, atau zona patahan.

Sebaliknya, Islam memandang mitigasi bencana sebagai bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyat. Dalam Islam, penguasa adalah pelayan rakyat yang wajib memastikan keselamatan mereka, termasuk dari ancaman bencana. Negara tidak hanya bertindak setelah bencana terjadi, tetapi juga mengantisipasi melalui perencanaan tata ruang yang baik, penyediaan infrastruktur berkualitas, dan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan syariat.

Langkah-Langkah Mitigasi dalam Islam

Islam menawarkan solusi yang komprehensif dalam menghadapi bencana, di antaranya:

Pertama, pengelolaan tata ruang berbasis syariat. Dalam sistem Islam, pembangunan dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemaslahatan. Zona rawan bencana tidak boleh dijadikan kawasan pemukiman atau industri tanpa mitigasi yang memadai. Hal ini didasarkan pada kaidah syariat yang mengutamakan keselamatan jiwa manusia.

Kedua, penyediaan infrastruktur yang kuat dan aman. Negara Islam memastikan bahwa infrastruktur, termasuk bangunan umum, dirancang untuk tahan terhadap potensi bencana. Selain itu, fasilitas umum seperti jalur evakuasi dan tempat perlindungan disiapkan untuk meminimalkan korban jiwa.

Ketiga, pendidikan dan kesadaran masyarakat.

Islam memandang pentingnya edukasi masyarakat dalam menghadapi bencana. Negara bertugas memberikan pemahaman tentang langkah-langkah mitigasi, menjaga lingkungan, dan sikap yang benar saat menghadapi bencana.

Keempat, keberpihakan pada rakyat. Tidak seperti kapitalisme yang sering mengutamakan kepentingan korporasi, Islam memastikan setiap kebijakan sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Anggaran negara difokuskan untuk melindungi rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak.

 

Kisah Khalifah Umar bin Khattab: Teladan dalam Menyikapi Gempa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *