Oleh : Leha
(Pemerhati Sosial)
Para orangtua di Samarinda kembali menggelar aksi demo mempertanyakan biaya pendidikan yang mahal yaitu biaya seragam, biaya pembangunan, dan harga sejumlah buku yang wajib dibeli anak-anak mereka. Selain itu anak-anak dapat intimidasi dan dibully di sekolah cuma karena tidak bisa membeli buku yang seharusnya gratis dari dana BOS serta ada ancaman tidak akan naik kelas.
Demo yang digelar di depan Kantor Wali Kota Samarinda menyuarakan dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda. Aksi demo tersebut justru ditanggapi oleh Asisten 1 Pemkot Samarinda dengan mengatakan bahwa aksi tidak murni, ditunggangi kepentingan. Tentu saja hal itu meyulut emosi para simpatisan demo sehingga terjadi perdebatan dan pada akhirnya Asisten 1 Pemkot minta maaf dan dilakukan negosiasi untuk melakukan rapat ulang dan membuat tim khusus.
Hal ini tentunya tidak bisa dianggap sebagai permasalahan biasa dan dibiarkan begitu saja. Bagaimana generasi yang berkualitas akan bisa terwujud jika biaya pendidikan mahal. Sungguh sekolah gratis yang digaungkan hanya ironi di tengah kekayaan SDAE yang melimpah.
*Kapitalisme Akar Masalah*
Kondisi seperti ini masih akan terus ditemui jika memang sistem pendidikan yang diterapkan menggunakan sistem buatan manusia. Sistem yang berpatokan pada asas materi tidak peduli dengan halal haram. Sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan sehingga tidak ada keimanan terhadap pertanggungjawaban kelak dihadapan Allah Swt. dalam menjalankan amanah.
Sistem pendidikan kapitalisme juga menjadikan peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya “setengah hati” karena yang dipikirkan adalah keuntungan materi yang akan diperoleh penguasa dan pendukungnya. Padahal pendidikan merupakan tanggung jawab penuh negara. “Bukankah setiap warga negara berhak menerima pendidikan sesuai yang tercantum dalam UUD 45 pasal 31?”
Sedangkan negeri ini sangat kaya dengan sumber daya alam. Jika dikelola dengan baik, pasti dapat memenuhi biaya pendidikan, pembangunan gedung sekolah dan sarana prasarana pendukung lainnya.
Masalahnya sumber daya alam yang dimiliki saat ini banyak dikuasai swasta dan asing sehingga merekalah yang mendapatkan keuntungan, sedangkan untuk rakyat bergantung pada pajak dan utang sehingga jauh dari kesejahteraan.