Oleh Narti Hs
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) telah menggelar Expo Perguruan Tinggi dengan tema “Membangun Indonesia Emas dan Kabupaten Bandung Bedas melalui Pendidikan Berkualitas”. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah perwakilan Perguruan Tinggi maupun para pelajar SMA/SMK, yang akan melanjutkan pendidikan. (Bandungberita.com, 19/12/24)
Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan, berdasarkan hasil rakor Lemhanas Internasional yang diikuti oleh para kepala daerah yang dilaksanakan di Singapura dan Jakarta tersebut telah menghasilkan beberapa rekomendasi. Salah satunya bahwasanya untuk menghadapi Indonesia Emas 2045, maka harus ada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang profesional dan paham tentang digitalisasi.
Dadang mengatakan, bahwa anak-anak bangsa harus dipersiapkan, dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang profesional dan paham digitalisasi, agar mereka tidak hanya menjadi penonton. Ia juga menegaskan bahwa tanpa ilmu tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih dalam agama juga dijelaskan bahwa Allah Swt. akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
Sosok yang biasa disapa Kang DS itu, juga menyebutkan bahwa pendidikan berkualitas itu paham tentang teori akademisi dan disesuaikan dengan norma-norma agama yang tidak terlepas dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menindaklanjutinya, maka di Kabupaten Bandung ke depan akan dibangun dan memiliki Perguruan Tinggi Negeri.
Melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan mumpuni memang menjadi nilai tersendiri bagi suatu daerah. Maka berbagai upaya pun terus dilakukan, termasuk melalui Pendirian Perguruan Tinggi. Dan hal tersebut memang menjadi salah satu kewajiban pemerintah untuk mewujudkannya. Namun dengan penerapan sistem kapitalisme, di mana keuangan pemerintah daerah (pemda) amat terbatas, apakah hal ini menjadi sesuatu yang urgen? Mengingat kebutuhan pokok masyarakat saat ini masih banyak yang belum mampu terpenuhi.
Apalagi diperparah dengan banyaknya PHK karyawan yang terus terjadi, pengangguran pun semakin meningkat karena lapangan kerja sulit didapat. Kehidupan terasa semakin memprihatinkan. Jangankan untuk melanjutkan sekolah, untuk biaya makan sehari-hari saja sebagian masyarakat susah memperolehnya.
Belum lagi, dengan kenaikan uang kenaikan tingkat (UKT) beberapa bulan yang lalu mengakibatkan banyak mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan. Dari sisi anggaran pun alih-alih ditambah, negara justru melakukan pemangkasan. Lalu untuk menutupi kekurangannya, PTN dan kampus diberi otonomi seluas-luasnya untuk mencari sumber dana secara mandiri. Maka, jalan pintas pun ditempuh, di antaranya melalui regulasi penerimaan mahasiswa baru dengan menerapkan biaya tinggi, termasuk membuka jalur mandiri bagi calon mahasiswa yang mampu membayar mahal.
Dari sini nampak bahwa pemerintah seolah lepas tangan mengurusi pendidikan warganya. Terlihat dari kecilnya anggaran pendidikan yang hanya 20% dari APBN. Dana itu masih harus didistribusikan ke banyak pos, salah satunya adalah Direktorat Tinggi Kemendikbud. Jauh dari cukup untuk membiayai 85 PTN di seluruh Indonesia.
Demikianlah pengayoman dalam naungan kapitalis. Negara hadir bukan untuk mengayomi tapi justru semakin mempersulit dan menambah beban kehidupan. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk bertahan hidup, tingkat keberhasilan tergantung dari usahanya sendiri dalam meraih materi. Pendidikan tidak lagi dikejar untuk mencerdaskan, namun untuk pijakan menghasilkan cuan.