By : Emilia
jpnn.com, SURABAYA – Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti.
Putusan tersebut langsung menuai sorotan publik.
Padahal, barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum korban telah dihadirkan dalam persidangan. Majelis hakim menilai Gregorius Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjalani hukuman penjara selama 12 tahun, akhirnya dibebaskan dari tuduhan tersebut.
Di waktu yang berbeda pada tanggal 18 April 2024 ketua KPU Hasyim Asyari dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berupa mendekati, merayu, dan berbuat asusila. Pelaporan diwakilkan oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK.
Perbuatan asusila Hasyim diduga dilakukan selama September 2023 sampai Maret 2024. Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy’ari telah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dugaan perilaku asusila terhadap seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Akibat kejadian itu, korban masih mengalami trauma. Bahkan, kata dia, korban merasa sangat dirugikan hingga akhirnya mengundurkan diri sebagai anggota PPLN sebelum pelaksanaan pemungutan suara.
Berbagai kasus kriminalitas yasng terjadi di negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas, yang mengoyak nurani keadilana masyarakat, di antaranya kasus asusila ketua KPU Hasyim asyari dan kasus Ronald tannur.
Hal ini menggambarkan sistem hukum yang jauh dari keadilan, dan tidak memberikan efek jera. Bahkan hukum dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas. Para penguasa seringkali menyalahgunakan dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada koflik kepentingan. Inilah gambaran sistem hukum dalam demokrasi, yang bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan. Sistem pidana sekuler tidak memiliki sifat konsisten, karena akan selalu berubah – ubah sesuai dengan kehendak manusia, sesuai situasi , kondisi dan waktu karena sumbernya bukan dari Allah, melainkan dari manusia itu sendiri.
Sungguh berbeda dengan sistem islam. Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yang berfungsi jawabir dan zawajir. Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi yang jelas, juga Upaya pencegahan yang menyeluruh, dan penegak hukum orang yang Amanah dan bertakwa pada Allah.
Maha Benar Allah yang telah berfirman,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ