Nama: Anissa Pratiwi
Arab Saudi telah menetapkan Idul Adha 2024 jatuh pada 16 Juni 2024. Ada kemungkinan Indonesia bakal menetapkan waktu berbeda.
Penetapan Idul Adha 2024 di Arab Saudi disampaikan Mahkamah Agung Arab Saudi usai mendapat laporan pemantauan hilal Zulhijah, Kamis (6/6/2024) petang.
“Hari Arafah jatuh pada Sabtu, 15 Juni, sedangkan Minggu, 16 Juni merupakan hari pertama Idul Adha,” bunyi keterangan Mahkamah Agung Arab Saudi seperti dilansir Gulf News, Jumat (7/6/2024)
Sementara prediksi Idul Adha RI Berbeda Sehari dengan Arab Saudi
Pemerintah RI belum menetapkan secara pasti kapan Idul Adha 2024 tiba. Tanggal Lebaran haji baru akan ditetapkan melalui sidang isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag RI) sore ini.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah kemenag Adib dalam pernyataannya mengatakan saat sidang isbat digelar, posisi hilal sudah memenuhi kriteria imkanur rukyat MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan standar minimal tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Alasan Perbedaan Tanggal Idul Adha RI dan Arab Saudi
Perbedaan tanggal Idul Adha RI dan Arab Saudi juga terjadi tahun lalu. Dijelaskan oleh Ketua Lembaga Falakiyah PBNU Drs K H Sirril Wafa MA melalui instagram resmi Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, perbedaan disebabkan awal bulan syariyyah antara dua negara yang berjauhan dapat berbeda karena perbedaan posisi hilal sebagai penentu bulan baru.
“Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.
Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.
Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: “Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata :
“Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 841, hadits no 1629)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi SAW kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.
Di samping itu, Rasulullah SAW juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk Najd, atau penduduk negeri-negeri Islam lainnya. Dalam kondisi tiadanya Daulah Islamiyah (Khilafah), penentuan waktu manasik haji tetap menjadi kewenangan pihak yang memerintah Hijaz dari kalangan kaum Muslim, meskipun kekuasaannya sendiri tidak sah menurut syara’. Dalam keadaan demikian, kaum Muslim seluruhnya di dunia wajib beridul Adha pada Yaumun nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tatkala para jamaah haji di Makkah sedang menyembelih kurban mereka pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dan bukan keesokan harinya (hari pertama dari Hari Tasyriq) seperti di Indonesia.
Hadits Abu Hurairah RA, dia berkata :