Oleh : Nadia Salsabyla
Salah satu peranan penting bagi seorang ibu adalah sebagai ‘menteri pendidikan’ bagi anak-anaknya. Beliau merawat, mendidik, memastikan adab dan langkah dari generasi penerusnya tidak ada yang salah. Namun mirisnya jika kita meihat kondisi sekarang, banyak ibu yang kehilangan perannya, lupa tugas dan tanggung jawabnya.
Seperti kasus yang ramai di media sosial, pelecehan anak yang dilakukakan oleh ibu kandungnya sendiri hanya karena iming-iming uang. Terkait kasus pembuatan video vulgar ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak pada saat menggunakan media sosial. Sejauh ini, total ada dua ibu muda yang ditetapkan sebagai tersangka. Adapun, mereka adalah AK (26) dan R (22). (liputan6 9/6/24)
Selain karena faktor ekonomi, AK salah satu pelaku pelecehan mengaku terpaksa melakukan hal tersebut karen mendapat ancaman dari seseorang yang dikenalnya melalui facebook. (Tempo 8/6/24)
Pelecehan ini tentu sangat membahayakan tumbuh kembang sang anak. Psikolog anak Novita Tandry menyampaikan bahwa usia 0-6 tahun manusia berada dalam masa penyerapan. Semua hal yag diserap oleh panca indera akan disimpan di dalam otak dan sangat mungkin dibangkitkan kembali ketika masa pubertas. (kompas 8/6/24)
Kapitalisme Merenggut Fitrah Ibu
Kasus pelecehan terhadap anak tidak bisa terhindarkan, bahkan orang terdekat sangat mungkin menjadi pelakunya. Hal ini terus berulang karena faktor-faktor yang tidak ditangani dengan baik. Sistem pendidikan kapitalis sekuler yang mengutamakan materi dan keuntungan pribadi juga memisahkan antara kehidupan dunia dengan agama menurunkan kualitas para ibu di negeri ini. Ditambah lagi tidak maksimalnya negara dalam menyejahterahkan rakyat, membuat peluang kriminalitas terbuka lebar.
Tidak sedikit para ibu yang harusnya fokus menjadi pendidik teralihkan kepada urusan nafkah. Kebutuhan yang semakin menghimpit, membuat mereka harus ikut berjuang mencari segala kemungkinan untuk menghadirkan bahan pangan. Aqidah yang kurang kokoh dan tsaqofah islam yang kurang mendalam membuat para ibu tergoda membuka jalan kemaksiatan. Kondisi ini hampir dianggap satu kelaziman di era sekarang. Satu kemaksiatan mencuat dan menghilang dengan mudahnya, atau tertutupi dengan kemaksiatan yang lainnya.
Dalam kurikulum kita, pelajar mendapatkan pendidikan agama sebatas teori tapi minus praktiknya di tengah masyarakat. Media yang dapat diakses masyarakat pun sangat minim mengajarkan adab dan tsaqofah islam. Lantas bagaimana ibu bisa menjadi baik jika keluarga dan masyarakat pun sulit terjaga?.
Pentingnya Penanaman Aqidah Islam Dalam Keluarga
Paham kapitalisme sekuler yang sudah tertancap kuat di semua aspek kehidupan memang sulit dihindari. Hal ini perlu menjadi kehati – hatian bagi setiap keluarga muslim. Karena terjaganya generasi bisa dimulai dengan orang tua yang berupaya memahami islam, aqidah, dan syariat-Nya secara sempurna. Sebagaimana perintah Allah di surat at-Tahri ayat 6;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ