Oleh : Siti Rukayah, S.P
Himbauan kepada masyarakat beredar akhir-akhir ini, hal tersebut terkait mengingatkan bahwa harap agar lebih berhati-hati ketika menitipkan anak mengaji dan berkegiatan di luar rumah. Hal tersebut terjadi lantaran dikaitkan karena adanyaa kasus pencabulan yang terjadi di salah satu Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Samarinda Seberang yang pelakunya merupakan seorang guru dengan inisial W terhadap muridnya kini ditetapkan sebagai tersangka.
Dengan kasus yang sama juga terjadi di Balikpapan. Seorang paman dengan tega melakukan tindak pencabulan kepada 2 keponakannya selama 10 tahun lamanya, bahkan salah satu diantaranya sampai mengalami gangguan mental.
Bahkan lebih parahnya, kejadian yang terjadi di kota yang sama yakni Balikpapan, seorang ayah menyetubuhi anak kandungnya yang berusia 4 kandung. Dan korban dikabarkan mengalami infeksi gonore atau dikenal dengan penyakit kencing nanah.
Semakin maraknya kasus yang beredar tentunya ini menjadi sebuah tanda tanya besar, dimana sekiranya letak regulasi yang dihadirkan oleh pemerintah. Sedangkan sejauh ini pemerintah menghadirkan sebuah aturan berupa UU PPKS yang diharapkan menjadi solusi yang menyelesaikan masalah tersebut. Namun nyatanya sejauh ini kasus pelecehan seksual anak hingga saat ini terus berulang, bahkan kian marak terjadi. Sehingga ketika berkaca dari kondisi yang ditimbulkan ketika regulasi itu dihadirkan tidak menyelesaikan masalah yang ada, maka hal itu menjadi bukti bahwa negara tengah gagal dengan kebijakannya. Pemerintah gagal melindungi anak-anak, sehingga kita dapati permasalahan tersebut hingga kini terus berulang.
Pelecehaan menjadi ancaman generasi, bahkan kasus yang terjadi pelaku tidak hanya dari orang luar rumah, bahkan bisa juga berasal dari keluarga/kerabat dekat. Sehingga siapapun berpotensi menjadi pelaku dan korban pelecehan seksual.
Hal itu tak serta-merta dikarenakan setting yang diatur di sistem saat ini adalah kehidupan liberalisme yang membebaskan gaya hidup, sehingga tercipta media yang beredar mampu dikonsumsi dengan bebas, bahkan tidak tersaring karena konten-konten yang berbau pornografi pun kini menjadi konsumsi tontonan banyak orang. Sehingga tidak heran akan memunculkan rangsangan dan mereka memenuhinya dengan cara yang salah asalkan terpenuhi. Sehingga terbentuklah tabiat dan kebiasaan yang buruk tersebut bahkan sampai ke taraf candu.
Sedangkan jika berkaca dengan hukum Islam, maka generasi akan dijamin keamanannya dari hal-hal tersebut. Karena langkah yang digunakan adalah berupa pencegahan atau preventif. Islam mencegah tindak pelecehan dengan tiga pilar, yaitu : menumbuhkan ketakwaan pada diri individu, adanya pengontrolan di tengah-tengah masyarakat, dan tentunya dengan penerapan dari negara.
Di dalam negara yang menerapkan sistem Islam akan menciptakan individu yang bertakwa. Sehingga akan tercipta hamba yang merasa senantiasa diawasi oleh Allah SWT atas setiap perbuatannya. Tentunya dengan pensuasanaan sikap sholeh di setiap lini lingkungan masyarakat. Dan semua itu tentu ada mendorong yakni negara yang langsung menerapkan mekanisme tersebut.
Selain itu, sanksi yang dikenakan bagi pelaku kejahatan/kemaksiatan adalah sanksi yang bersifat jawabir dan jawazir. Yang dimaksud dengan jawabir adalah sanksi tersebut bersifat sebagai penebus dosa. Sedangkan jawazir diartikan sebagai sanksi yang akan memberikan efek jera karena akan dilaksanakan dengan cara dipertontonkan kepada khalayak ramai, sehingga seseorang yang ingin melakukannya pasti akan berfikir dua kali terlebih dahulu.
Selain itu, negara akan senantiasa memberikan fasilitas keamanan secara menyeluruh kepada generasi. Sehingga akan mencegah terjadinya tindak pelecehan seksual di keluarga, sekolah, bahkan di masyarakat. Namun hal itu tentunya hanya dapat direalisasikan jika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah atau menyeluruh.
Wallahu a’lam bisshowab