Ketahanan pangan merupakan kebutuhan manusia yang urgen. Masa depan sebuah negara terjamin jika jaminan terkait pangan diwujudkan. Tanpa ketahanan pangan bagaimana bisa kemiskinan dan kelaparan dihadapi olehnya. Negara harus berupaya mewujudkan kebijakan pangan, termasuk pengelolaan beras secara tersistem dan terstruktur melalui paradigma yang benar sehingga penyediaan beras yang krusial bagi rakyat Indonesia bisa terpenuhi tanpa bergantung pada negara lain. Subsidi besar bagi para petani harus digelontorkan agar beras dapat diproduksi beras dengan biaya ringan dan keuntungan optimal.
Paradigma agraria yang benar harus terealisasi. Dan Nabi ﷺ sudah mencontohkannya secara adil terkait itu yaitu dengan adanya pengaturan kepemilikan harta serta menghidupkan tanah mati untuk dimanfaatkan dan dikelola masyarakat. Dalam hal ini politik agraria tidak boleh bercorak kapitalistis, karena corak ini tak pernah berpihak kepada petani yang tidak punya lahan dan petani yang punya sedikit lahan.
Paradigma terkait pangan sangat membutuhkan politik pertanian yang paripurna dan solutif. Dan itu tidak mungkin jika masih berpijak pada sistem kapitalisme, karena sistem tak pernah menunjukkan keberpihakan pada rakyat. berbeda dengan sistem Islam, sistem ini sangat konsern pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi pangan yang adil. Kebijakan yang adil pun akan dilahirkan secara sempurna.
Dalam sistem Islam kebijakan impor terkait pangan akan dihindari. Yang dilakukan adalah pemberdayaan sektor pertanian. Sistem Islam tidak akan membiarkan lahan pertanian dijadikan lahan bisnis (misal real estate) yang mengakibatkan hilangnya lahan pertanian sehingga menghambat swasembada pangan.
Dalam sistem Islam kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian akan digalakkan. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia disertai teknologi budidaya terbaru di kalangan para petani, juga membantu para petani dalam pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk, dan sarana produksi pertanian lainnya, agar negara secara mandiri mampu melakukan produktivitas pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ekspor pangan tidak akan dilakukan sampai kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi dengan baik. Modal pun diberikan bagi siapa saja yang tidak mampu.
Dalam sistem Islam kebijakan distribusi pangan sangat adil dan merata. Islam melarang penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Stabilitas harga pangan terjaga. Stok beras di pasaran tidak boleh langka. Tindakan tegas terhadap kartel dan mafia pangan yang memonopoli harga beras di pasar akan ditindak tegas oleh Negara.
Dalam sistem Islam negara sangat serius mengawasi stok beras atau bahan pangan laiinnya. Qadhi Al-Muhtasib yang berperan dalam mengurusi penyimpangan atau perselisihan yang membahayakan hak-hak masyarakat akan diwujudkan seperti pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra., beliau pernah mengangkat Asy-Syifa dan Abdullah bin Utbah sebagai qashi hisbah atau pengawas pasar di Madinah.
Dalam sistem Islam kebijakan distribusi pangan dilakukan dengan melihat setiap kebutuhan pangan per kepala. Sehingga selalu diketahui berapa banyak kebutuhan pangan yang harus dipenuhi negara untuk setiap keluarga.
Oleh karena itu keberadaan Islam dengan sistem pemerintahannya (Khilafah) sangatlah urgen, karena ketahanan pangan dan pengelolaan pangan yang berkeadilan akan terealisasi dengan keberadaannya. Dengannya tak akan dibiarkan keharaman apa pun terkait penyediaan pangan. Pengelolaan pangan selalu berada di bawah pengelolaan dan pengawasan negara. Tak akan dibiarkan sedikit peluang pun untuk diserahkan pada swasta, para korporat, asing aseng yang akan memiskinkan negara dan rakyatnya.
Wallaahu a’laam bisshawaab.