Oleh Ruri R
Pegiat Dakwah
Menjelang hari raya Idul adha harga kebutuhan pokok meningkat. Dimulai dari beras, minyak goreng, sayuran, hingga daging mengalami kenaikan. Hal ini sudah menjadi tradisi setiap tahun dan masyarakat mau tidak mau harus menerimanya.
Sama halnya di wilayah Bandung Raya, kenaikan harga yang signifikan terjadi di tiga pasar tradisional yaitu pasar Tanjungsari di Kabupaten Sumedang, pasar Cileunyi di Kabupaten Bandung, dan pasar Kosambi di Kota Bandung, terlihat hampir semua harga komoditas pangan pokok meningkat.
Kenaikan harga diduga terjadi karena selain faktor mendekati hari raya, juga disebabkan oleh minimnya barang yang beredar di pasaran karena kelangkaan stok dan jarangnya pengiriman dari distributor.
Menyikapi hal tersebut, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat membuat program Operasi Pasar Bersubsidi (OPADI) dengan menganggarkan sebesar Rp3,1 miliar guna menekan kenaikan harga kebutuhan pokok yang bisa berdampak pada inflasi, dan program tersebut akan digelar menjelang Iduladha 2024.
Adapun anggaran tersebut akan digunakan untuk mensubsidi paket sembako bagi masyarakat. Ada 161 ribu paket sembako dalam program OPADI, digelar di 27 kabupaten dengan lokasi tiga hingga empat titik setiap daerah. Adapun harga satu paketnya dijual Rp101.000. Tiga paket sembako ini berisi tiga komoditi yaitu beras lima kilogram, minyak dua liter dan gula pasir dua kilogram. (AyoBandung.com, Selasa 28/05/2024)
Setiap tahun, terutama jelang hari raya baik Idulfitri maupun Iduladha kenaikan harga bahan pokok seakan sudah menjdi tradisi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, bahkan alasannya pun selalu sama yakni karena permintaan terhadap barang yang semakin banyak, dan juga akibat dari faktor cuaca seperti banjir apabila musim penghujan atau kekeringan apabila masuk musim kemarau, hingga menyebabkan gagal panen dan berimbas pada persediaan bahan pangan yang terbatas.
Upaya pemerintah selama ini dalam menyolusikan permasalahan tersebut belum terselesaikan secara tuntas. Tidak ada langkah-langkah antisipatif secara solutif untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat. Jika pun ada solusi dari pemerintah yang sering ditempuh adalah impor, sementara kebijakan impor ini menjadi bukti bahwa pemerintah tak benar-benar berusaha meningkatkan pangan dalam negeri dengan memberi dukungan penuh pada para petani.
Ditambah rantai distribusi kebutuhan pokok selama ini sangat panjang dan rumit. Dimana barang harus melewati beberapa pedagang, hingga sampai ke konsumennya memerlukan waktu. Faktor distribusi ini seharusnya bisa dibantu oleh negara agar stok di pasar melimpah dengan harga terjangkau. Bisa dengan menyediakan armada gratis untuk pengangkutan barang, memberi pengawasan dan keamanan bagi para sopir pangangkut, bebas biaya perjalanan seperti biaya tol, ketersediaan bahan bakar murah, dan sebagainya sehingga barang bisa sampai ke pasar-pasar dengan stok memadai.
Selain itu, pemerintah harus melakukan pencegahan tèrhadap monopoli pasar yang bisa mempengaruhi harga dan menyebabkan kelangkaan barang karena praktik penimbunan atau penipuan. Sehingga mekanisme pasar yang seharusnya normal dengan adanya permintaan dan penawaran bisa kembali stabil. Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan menempatkan aparat yang bertugas mengontrol dan mencegah kecurangan di pasar.
Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini mekanisme pasar berada di tangan para kapital, sehingga hal ini berpengruh pada peran negara yang akhirnya berkurang bahkan abai terhadap ulah sebagian dari mereka terhadap ketersediaan barang. Maka tak heran jika upaya yang diharapkan sebagaimana tersebut di atas akan sulit terwujud.
Kapitalisme juga menjadikan peran negara hanya sebatas regulator. Negara lumpuh dalam perannya sebagai pelayan rakyat yang mengedepankan kepentingan masyarakat. Padahal negara seharusnya melakukan upaya antisipatif agar tidak ada gejolak harga dan masyarakat mudah mendapatkan kebutuhannya.